Selasa 16 Sep 2014 17:42 WIB

DPR Dituding Memaksakan Kehendak dalam Pemilu Kepala Daerah

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Erdy Nasrul
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Pilkada melakukan aksi tolak RUU Pilkada di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (14/9).  (Republika/ Tahta Aidilla)
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Pilkada melakukan aksi tolak RUU Pilkada di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (14/9). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID,  SEMARANG -- Para wakil rakyat yang duduk di kursi DPR RI terkesan memaksakan kehendak di balik pembahasan RUU Pemilu Kepala Daerah.

 

Para legislator periode 2009- 2014 --yang segera mengakhiri masa baktinya-- ini dituding sengaja mencederai semangat reformasi dan demokrasi.

 

Hal ini terungkap dalam aksi demo menolak pemilu kepala daerah oleh DPRD, oleh elemen badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, di depan gedung DPRD Jawa Tengah, Selasa (16/9).

 

Dalam aksinya, para mahasiswa tegas menolak pelaksanaan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Karena dinilai tidak sesuai dengan cita-cita reformasi dan demokrasi Pancasila.

 

Menurut Koordinator aksi, Heri Setiawan, menegaskan, pengesahan RUU Pemilu Kepala Daerah menjadi Undang- Undang Pemilu Kepala Daerah syarat muatan politis.

 

Para wakil rakyat di DPR RI, jelasnya, telah lupa dan tidak dapat menjaga amanat rakyat untuk tetap memperjuangkan demokrasi di negeri ini.

 

“Karena proses demokrasi yang substansial itu memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih dan menentukan nasibnya,” tegasnya, di hadapan massa aksi.

Mahasiswa, jelasnya, melihat berbagai pertimbangan yang digunakan DPR RI guna mengesagkan RUU ini juga tidak substantif.

 

Mahalnya biaya politik, konflik horisontal dan kepala daerah yang terjerat kasus hukum bukan merupakan kajian yang kuat  untuk mengembalikan pemilu kepala daerah  lewat DPRD.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement