REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) harus mencermati rekrutmen anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Walau tidak pentolan dalam partai politik, namun sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) yang berhasil diusung jadi presiden kami minta Jokowi jangan terlena dengan penyusunan kabinet semata," kata Ketua Pendiri Jokowi Watch, Iskandar Sitorus, dalam siaran pers di Jakarta, Senin (15/9).
Karena menurut perhitungan Jokowi Watch dan hasil kajian dari The Jokowi Institute, Jokowi harus cepat mengelola kerja politik untuk mengimbangi 'musuh politiknya' yakni koalisi permanen merah putih yang jadi oposisi terkuat bagi pemerintahannya.
Pihaknya memprediksi koalisi merah putih akan tetap mengelola isu politik untuk 'mengganggu' Jokowi. "Itu jelas terlihat mulai dari penetapan UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), lalu upaya pengamandemenan UU pemilihan kepala daerah langsung jadi dipilih DPRD," terangnya.
Dia menambahkan, yang tidak terlihat saat ini namun sangat 'berbahaya' adalah terkait lembaga tinggi negara, BPK RI. Trend berfikir politisi koalasi permanen merah putih dan 'penentang' Jokowi dilingkarannya sudah mulai berupaya maksimal memecah konsentrasi seluruh janji Jokowi dalam pilpres melalui BPK RI.
"Jika itu terjadi, maka 'fungsi' kontrol yang mereka klaim bisa terwujud. Itu wajar dari sisi politik," ungkapnya.
Jokowi harus memfokuskan diri menata kerja politiknya terkait proses rekrutmen anggota BPK RI. Lembaga yang sederajat dengan kepresidenan itu diduga sudah lama 'dimasuki' koalisi permanen merah putih untuk dipergunakan sebagai alat politik. "Mereka jadi target selama masa pemerintahan Jokowi mendatang," imbuhnya
Jauh hari BPK RI sudah dikonsidikan sedemikian rupa sehingga dalam 3 bulan terakhir mereka memaksimalkan kerja politik. "Supaya 'jago' koalisi merah putih bisa dengan mudah meraih anggota dan atau pemimpin BPK RI.