REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana mengingatkan agar Jokowi-JK tidak hanya fokus pada jumlah kementerian saja, dalam menyusun kabinet. Sebab kementerian bukan hanya masalah postur ramping atau gemuk saja.
"Tidak semata-mata jumlah, tetapi harus tepat ukuran. Artinya kementerian bisa menjalankan program," ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (14/9).
Ari menilai, secara umum postur kabinet Jokowi-JK yang terdiri dari 34 kementerian sudah cukup ideal. Dia mengatakan, adanya penajaman fungsi kementerian, pemisahan kementerian, dan perubahan nomenklatur kementerian sudah menunjukkan semangat perubahan dari Jokowi-JK.
"Jadi tidak sekedar status quo, tapi ada semangat reform," katanya
Meski demikian, kata dia, Jokowi-JK masih harus menyiapkan perubahan lebih lanjut dalam bisnis proses dan internal kementerian masing-masing.
Sebelumnya, Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto mengatakan, Jokowi tengah mendalami opsi kabinet berupa 34 kementerian yang disodorkan oleh tim transisi. Opsi 34 kementerian tersebut terdiri dari 19 kementerian tetap, enam kementerian dengan nomenklatur (penamaan) baru, enam kementerian gabungan dan tiga kementerian baru.
Salah satu contoh kementerian tetap antara lain Kementerian Luar Negeri. Sedangkan kementerian yang mengalami pemecahan fungsi adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset Teknologi.
Kemudian kementerian dengan penamaan baru adalah Kementerian Pekerjaan Umum menjadi Kementerian Infrastruktur. Terakhir, tiga kementerian baru adalah Kementerian Agraria, Kementerian Ekonomi Kreatif dan Kementerian Kependudukan dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).