Jumat 12 Sep 2014 21:00 WIB

Legitimasi Pemimpin Dinilai Melalui Pemilu Langsung

Pemungutan suara
Pemungutan suara

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara LM Rusman Emaba mengatakan bahwa pemimpin daerah yang dilegitimasi oleh rakyat adalah mereka yang dihasilkan melalui pemilihan langsung yang dipilih oleh rakyat.

"RUU Pilkada yang mengarahkan kepala daerah dipilih oleh anggota legislatif memang memiliki sisi positif, tetapi juga memiliki sisi negatif. Jika kita inginkan pemimpin daerah yang mendapat legitimasi dan pengakuan penuh dari masyarakat maka pemimpin itu harus dipilih langsung oleh rakyat," ujar LM Rusman Emba, di Kendari, Jumat (12/9).

Ia menambahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang sedang digagas di DPR RI, menimbulkan perdebatan pro dan kontra, baik di tataran partai maupun masyarakat.

Ada yang menilai RUU tersebut sebagai langkah mundur dalam demokrasi di Indonesia, karena menghilangkan hak rakyat dalam memilih pemimpinnya, karena keikutsertaan rakyat kembali dikurangi. Dalam pemilu langsung partisipasi pemilih menjadi hal yang penting dalam demokrasi di Indonesia.

"Secara pribadi saya menilai dari segi kedaulatan rakyat sebetulnya idealnya kepala daerah dipilih lewat pemilu langsung, karena pemimpin yang dilahirkan dikenal rakyat dan mengenal masyarakatnya," ujarnya.

Ia menambahkan demokrasi memang mahal, tidak hanya dari sisi biaya politik namun posisi tawar perlu diperhatikan. Dan yang menjadi sisi negatif dari pemilu langsung masalahnya hanya pada terpetaknya masyarakat dari proses perbedaan pendapat selama pemilihan umum kepala daerah.

Sementara itu, lanjut Ketua DPRD Sultra itu, ada yang beranggapan tidak masalah jika RUU Pilkada yang memuat pemilihan bupati/wali kota oleh DPRD tersebut disahkan karena akan mengurangi biaya politik.

Dengan mengemukakan alasan bahwa aturan tersebut akan melibatkan KPK dalam pengawasan jalannya pemilihan di DPRD.

Alasan lain dari RUU tersebut selain untuk menghindari korupsi, kata Marlis, RUU Pilkada ini juga bisa menghindari munculnya konflik di tengah-tengah masyarakat saat pilkada.

Tapi yang ditakutkan, menurut LM Rusman Emba, dengan adanya RUU pilkada tersebut, maka calon kepala daerah tidak tersosialisasikan dengan baik di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, masyarakat banyak tidak mengetahui rekam jejak calon bersangkutan.

"Untuk keputasan lebih lanjutnya atas RUU pemilukada ini, kita serahkan sepenuhnya kepada DPR RI untuk membahasnya. Kami di daerah akan bekerja sesuai dengan keputusan dari pusat," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement