REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang tuntutan kepada terdakwa Anas Urbaningrum Kamis (11/9), telah selesai. Ada yang berbeda dengan momen pembacaan tuntutan yang digelar di Pengadilan Tipikor kali ini dibanding gelaran sidang kasus korupsi lainnya.
Sepanjang pembacaan tuntutan, Anas sejak awal sidang tengah hari tadi berusaha menunjukan raut wajah tenang. Tak sedikit pun ia menoleh ke arah Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Sesekali ia menatap lurus ke depan untuk kemudian menunduk kembali.
Namun, tak seperti kebanyakan terdakwa kasus korupsi lain yang tengah dituntut, Anas menunduk bukan untuk melamun. Ia tertunduk untuk melihat beberapa carik kertas yang digunakan untuk mencatat poin pertimbangan tuntutan yang disampaikan oleh JPU KPK.
Saat awal sidang dimulai, Anas memang meminta izin kepada majelis hakim yang dipimpin hakim Haswandi untuk mencatat. "Maaf yang mulia, apakah saya diperbolehkan untuk mencatat?" tanya Anas.
"Boleh, boleh," timpal Haswadi ramah.
Di atas kursi pengadilan yang didudukinya, Anas pun langsung mencatat pertimbangan tuntutan yang dibacakan oleh JPU KPK. Tak sekali pun Anas terlihat kaget atau bingung dengan pertimbangan tuntutan yang JPU KPK sampaikan, sekali pun itu memberatkannya.
Seperti, saat Jaksa Yudi menilai, keterangan para saksi yang meringankan Anas tidak valid. Atau saat mantan ketua umum Demokrat itu dituding memengaruhi saksi melalui pertanyaan intimidasi selama proses persidangan.
Bahkan pernyataan JPU KPK yang menyebut seluruh dakwaan telah terbutki di persidangan tanpa perlu mengindahkan saksi meringankan tak mengganggu kekhusyukan Anas. Mantan ketua HMI itu tetap sibuk dengan kegiatan barunya.
Sesekali bibirnya tampak komat-kamit membaca ulang isi tulisan yang panjang lebar ia catat berdasar perkataan Jaksa Yudi. Terlihat pula tangannya sibuk mencorat-coret, berusaha mengoreksi beberapa bagian tulisan di kertas itu.
Pemandangan lain, satu dua kali jemari Anas juga sibuk membenarkan posisi bingkai kaca matanya yang kadang melorot karena keringat. Memang, hawa di ruang sidang lantai satu tempat digelarnya pembacaan tuntutan terasa lebih panas dan lembab dengan padatnya pengunjung sidang.
Duduk di atas kursi setinggi setengah meter, kedua kakinya tampak santai, dengan posisi lurus ke depan menapak lantai. Demikian dengan para pengunjung sidang, turut santai-tegang mendengarkan setiap kalimat dari dakwaan setebal 1.791 halaman itu.
Hingga akhirnya, pemandangan berubah 180 derajat saat JPU KPK menyatakan tuntutanya. Anas, di mata JPU KPK laik untuk dipenjarakan selama 15 tahun dengan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan.
Seketika Anas tampak tetap mencoba menahan mimiknya dengan memandang ke depan. Terlihat, dadanya naik menghela. Tak sampai hitungan dua detik, turun kembali untuk membuang napas.
Pemandangan lebih suram, kasar terlihat di kursi para pengunjung. Wajah gusar, tak percaya, hingga amarah jelas terlihat dari raut para pengunjung. Mayoritasnya, mereka adalah sahabat Anas yang memang sejak sidang perdana selalu menemani.
Setelah sidang usai, Anas yang mengenakan busana khasnya baju lengan panjang putih itu mengatakan, sengaja mencatat beberapa pertimbangan JPU KPK yang dinilainya tak berdasar pada fakta persidangan.
Menurut dia, pada akhirnya pertimbangan tuntutan JPU KPK bak menyalin isi dakwaan yang pernah dibacakan. Terlebih, dalam persidangan jelas JPU KPK secara vulgar terus menyanjung sosok yang selama ini kerap sendirian memojokan Anas. Yaitu, mantan bendahara umum Demokrat, M Nazaruddin.
"Yang tadi dibacakan jaksa KPK bukan tuntutan, tetapi ekspresi kebencian, kemarahan dan kekerasan hukum," kata Anas.
"Akan ada pembelaan dari pribadi dan kuasa hukum. Karena kami rasa penting untuk menyampaikan pembelaan sesuai fakta-fakta persidangan," ujarnya dengan nada yang selalu sama, tenang.
Pembacaan nota pembelaan alias pledoi akan dibacakan Kamis pekan depan. Anas dan tim penasihat hukum yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution sepakat akan menyampaikan pledoinya masing-masing.
Ikuti informasi terkini seputar sepak bola klik di sini