REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati kesehatan jiwa Albert Maramis mengakui masih kuatnya stigma negatif itu menghambat orang-orang yang membutuhkan konseling. "Untuk mencegah bunuh diri juga tidak bisa dilakukan satu orang, satu pihak atau satu sektor saja karena banyak faktor yang harus diperhatikan," ujarnya.
Sementara Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia Danardi mengungkapkan bahwa selain stigma negatif yang mencegah pelaku mencari bantuan, penderita depresi berat juga seringkali mengalami kesulitan komunikasi.
"Karena susah berkomunikasi, maka harus diperhatikan tindakannya," katanya.
Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100 ribu jiwa atau sekitar 5.000 orang pertahun. Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno juga menyebutkan angka bunuh diri di Jakarta sepanjang 1995-2004 mencapai 5,8 per 100 ribu penduduk.
WHO mencatat tingkat bunuh diri paling banyak terjadi di negara Guyana yaitu 44,2 per 100 ribu penduduk kemudian Korea Utara 38,5 per 100 ribu penduduk dan Sri Lanka sebesar 28,8 per 100 ribu penduduk.
Negara-negara berpenghasilan tinggi juga tercatat mempunyai tingkat bunuh diri lebih tinggi yaitu 12,7 per 100 ribu orang dibanding negara berpenghasilan rendah atau menengah dengan angka prevalensi 11,2 per 100 ribu jiwa.