Kamis 11 Sep 2014 18:25 WIB

Jokowi-JK Dinilai Salah Kaprah Tangani Mafia Migas

Jokowi
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti The Institute for Global Justice Salamudin Daeng menilai, Joko Widodo-Jusuf Kalla salah kaprah dalam memahami persoalan di sektor migas. Penilaian itu lantaran Jokowi-JK membentuk satgas anti-mafia migas guna mengatasi masalah di sektor migas.

Menurutnya, metode semacam ini menunjukkan ketidakpahaman terhadap filosofi dan sejarah bagaimana mafia migas terbentuk dan bekerja. Apalagi, kata Salamudin, jika satgas anti-mafia Migas terdiri dari orang orang yang sebelumnya terlibat langsung atau menjadi aktor utama dalam bisnis migas di Indonesia.

 

“Ini berarti Jokowi-JK tidak hendak memberantas Mafia Migas namun hanya ingin mengganti pengurus mafia migas lama dengan pengurus mafia migas baru,” ujar Salamudin di Jakarta, Kamis (11/9).

"Pertanyaannya adalah apakah Satgas anti-mafia Migas akan mampu menghadapi sederet nama seperti Poernomo Yusgiantoro, Arie Soemarno, Raden Priyono dan lain-lain yang merupakan nama-nama besar “pemain migas” yang sekarang di sekeliling Jokowi-JK,” kata Salamudin.

 

Ia menyarankan, seharusnya Jokowi-JK belajar begaimana sejarah mafia migas ini terbentuk. Sehingga dapat menentukan strategi yang benar untuk mengatasinya.

Menurutnya, mafia Migas terbentuk sejalan dengan penghancuran konstitusi dan liberalisasi sektor migas. Mereka menguat seiring dengan semakin lemah dan hilangnya peran negara dalam pengeloaan migas nasional.

 

Akibatnya migas dikuasai dan dikendalikan oleh modal internasional bekerjasama dengan sindikat dalam negeri. Secara operasional dengan memanfaatkan mafia di dalam institusi penyelenggara migas di pemerintahan dan badan usaha migas.

Mafia migas hidup di seluruh rantai suplai pengelolaan migas, mulai dari hulu sampai hilir, mulai dari pemberian kontrak PSC yang merugikan negara sampai manipulasi produksi. Mereka masih kata Salamudin, juga secara serakah mengambil keuntungan besar dari ekspor dan impor minyak.

 

Para pemain ini menguasai institusi penting penyelenggara migas seperti ESDM, SKK Migas, Badan Penyelenggaara Hulu (BPH) Migas, Partamina, PN Gas. Institusi institusi tersebut menjadi alat menyedot uang.

 

“Oleh karenanya cara Jokowi menangani mafia dengan pendekatan mafia baru akan semakin membahayakan kondisi ketahanan energi ke depan. Peperangan antar mafia dalam menguasai bisnis triliunan ini akan menimbulkan huru hara politik, tidak hanya mengganggu stabilitas ekonomi namun juga stibiitas politik dan akan semakin meningkatkan keresahan sosial,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement