Rabu 10 Sep 2014 23:35 WIB

Tiga Kerusakan Besar Pemilu Langsung Versi Kiai NU

Pilkada Provinsi Nusa Tenggara Barat.    (ilustrasi)
Foto: Antara
Pilkada Provinsi Nusa Tenggara Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rais Syuriah PWNU Jatim KH Miftachul Akhyar menjelaskan, ada tiga kerusakan besar yang tampak di depan mata dengan pemilihan secara langsung. Yakni perpecahan masyarakat, politik biaya tinggi yang menghalalkan segala cara, serta permainan opini yang tidak mendidik masyarakat awam politik.

"Perpecahan itu sangat merusak, karena terjadi antara santri dengan kiai, antar-santri, antar-kiai, antar-saudara, antar-suku, antar-tokoh. Sekarang saja ada koalisi X dengan tim Y yang akan bertikai habis-habisan dari pusat (DPR) hingga daerah (DPRD kabupaten/kota), apa kurang merusak?" katanya.

Menurut dia, hal yang tidak kalah merusak adalah pemilihan secara langsung mendorong politik biaya tinggi. Sehingga calon pemimpin akan menghalalkan segara cara dengan korupsi.

"Buktinya, kepala daerah atau legislator sudah banyak yang masuk penjara," katanya.

Selain pemimpin, kata dia, politik biaya tinggi juga merusak rakyat. Karena pemilihan secara langsung tidak lagi ditentukan dengan pertimbangan rasional. Melainkan riswah (politik uang atau money politics). "Bukan rahasia lagi, calon bupati X yang memberi Rp 10 ribu akan kalah dari calon Y dengan Rp 15 ribu," katanya.

Bahkan, permainan opini lewat media massa yang tidak imbang akan mengarahkan pemilih yang awam, seperti mayoritas masyarakat Indonesia, menjadi tidak rasional. 

"Pancasila sudah jelas mengakomodasi pemilihan secara perwakilan, tapi opini yang muncul justru menuduh sila keempat itu tidak demokratis," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement