REPUBLIKA.CO.ID,BANDARLAMPUNG--Rancangan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah yang rencananya akan mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD dinilai sebagai sebuah kemunduran demokrasi di Indonesia.
"Saya melihat hal ini merupakan kemunduran demokrasi," kata pengamat politik dari FISIP Universitas Lampung Arizka Warganegara, Selasa (9/9).
Dia mengingatkan, sejak awal cita-cita reformasi adalah meletakkan desentralisasi politik secara nyata di kabupaten dan kota. Namun, nyatanya komitmen meneruskan tradisi dan cita-cita reformasi itu lenyap.
Arizka menyebutkan, salah satu alternatif menekan persoalan muncul dalam pilkada langsung antara lain dengan membarengkan pelaksanaan pemilu nasional dan pilkada.
Sebelumnya, pengamat politik dari FISIP Unila lainnya, Dr Syarief Makhya menyebutkan penentuan keputusan politik atas cara pemilihan kepala daerah harus bisa menjawab persoalan pokok yang menjadi masalah dalam pilkada itu.
"Hal pokok apakah kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih DPRD, yaitu harus terjamin prinsip jujur dan adil," ujar Syarief, menanggapi kontroversi Rancangan Undang Undang Pilkada yang mengatur pilkada langsung atau dikembalikan ke DPRD.
Rencananya, Selasa (9/9) dan Rabu (10/9) ini, Kemendagri dan Panja RUU Pilkada akan menggelar rapat konsinyasi untuk membahas terkait sistem pilkada apakah secara langsung atau melalui DPRD.