REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Katib Aam Syuriah PBNU, KH Malik Madani, mengatakan Undang-undang No.1 tahun 1974 mengenai perkawinan dinilainya sudah cukup baik. Menurutnya, semua umat beragama dilindung oleh pasal dalam undang-undang tersebut.
Ia mengatakan, PBNU juga tidak menyetujui dengan pernikahan beda agama tersebut. Pada dasarnya, ujar dia, semua agama menghendaki pernikahan antara dua insan yang memiliki keyakinan yang sama.
Hal itu agar stabilitas kehidupan rumah tangga terjamin. Pernikahan menurutnya, bukan sekedar hubungan fisik.
Namun juga ikatan sakral menyangkut peraturan dalam agama. Karenanya, pernikahan yang merupakan ikatan lahir batin memerlukan adanya kecocokan termasuk dalam hal keyakinan agama. Dan itu tidak hanya dalam Islam, menurutnya semua agama menghendaki pernikahan dengan yang satu keyakinan.
Dalam Islam, memang ada ketentuan yang memperbolehkan laki-laki Muslim menikahi perempuan non-Muslim. Namun perempuan tersebut adalah dari kalangan ahli kitab Yahudi dan Nasrani.
Akan tetapi, sebaliknya perempuan Muslim tidak boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim. Namun demikian, sebagian ulama mempersyaratkan bahwa perempuan ahli kitab boleh dinikahi, jika nanti dalam hal pendidikan anak suami bisa lebih dominan. "Jika peran suami lemah dan istri dominan, maka tidak boleh menikah", ujar dia kepada ROL, Selasa (9/9).