REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Anggota DPRD Kabupaten Semarang, Bambang Kusriyanto, memaparkan wacana pilkada lewat DPRD sebaiknya dikaji lebih mendalam.
Jangan terlalu tergesa gesa dalam memutuskan suatu aturan. Karena pada dasarnya, hal ini jelas tidak sejalan dengan konstitusi.
Konstitusi, kata Ketua DPC PDIP Kabupaten Semarang ini, menjelaskan jika bentuk negara Indonesia adalah republik dengan sistem pemerintahan presidensil.
”Sehingga sudah semestinya sistem pemilihan kepala daerah dan presiden harus selaras. Presiden dan kepala daerah dipilih lewat pemilu langsung,” ujarnya.
Sebab, otonomi daerah telah memberi kewenangan yang luas kepada kepala daerah dalam mengatur dan memerintah wilayahnya.
“Jadi pemilihan kepala daerah oleh DPRD hanya berlaku di negara dengan sistem pemerintahan parlementer, bukan sistem pemerintahan presidensiil,” tegasnya.
Menurutnya, jika permasalahan ini dipicu dengan alasan tingginya biaya pemilihan langsung –sebenarnya-- bisa diantisipasi oleh penyelenggara pemilu.
Artinya, bisa dibuatkan aturan main yang jelas terkait jumlah baliho, atribut dan lainnya. Atau menghapus kampanye yang dinilai menelan anggaran besar.
Bila perlu dibuatkan pula aturan tegas terkait penggunaan fasilitas publik milik pemda (seperti reklame), pengaturan cuti kampanye dan lainnya.
Sehingga incumbent tidak bisa menggunakan APBD. “Intinya kami sangat tidak setuju terhadap wacana perubahan tersebut,” tegas Bambang.