REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta Pangi Syarwi Chaniago mengkritisi wacana pengembalian sistem pemilukada melalui perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
“Pemilukada langsung memperkuat partisipasi politik, pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD mematikan partisipasi politik. Ini yang menjadi alasan pemilukada langsung tetap dipertahankan. Pemilukada langsung memperkuat legitimasi kepala daerah,” tegas Ipang, panggilannya, senin (8/9).
Namun, dikembalikannya pemilihan gubernur kepada DPRD tidak akan menyelesaikan masalah. Ia melihat, justru nilai demokrasi di daerah menjadi mundur.
Apabila mahalnya biaya pemilu dan timbulnya motif untuk melakukan korupsi menjadi argumen dasar, apakah dengan dipilihnya gubernur oleh DPRD mampu menghemat biaya pemilu?
Sebaliknya, Ipang menilik, dengan pemilihan gubernur diserahkan kepada DPRD, peluang permainan politik uang dan transaksi politik tetap terbuka lebar.
Argumen tersebut diperkuat dengan bukti ketika rezim Orde Baru berkuasa, politik uang berlangsung di tataran DPRD. Ipang menyarankan jalan tengah. Untuk menghemat biaya politik pemilihan langsung dapat dilakukan melalui pemilihan secara serentak, baik pemilihan presiden maupun gubernur, wali kota, dan bupati.
“Konflik horizontal di masyarakat saat pertama kali pemilihan kepala daerah dilangsungkan memang terjadi. Namun, kini skala maupun kualitas konflik tersebut kian menurun, hanya ada beberapa daerah yang pemilukadanya terjadi konflik dari ratusan kabupaten,” tegasnya.