REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S. Pane, menyatakan kasus penangkapan dua anggota Polri di Malaysia sangat memalukan Bangsa Indonesia.
"Kasus tertangkapnya dia anggota Polri yang sangat memalukan bangsa Indonesia itu tidak terlepas dari kecerobohan Polri, khususnya Polda Kalbar," tutur Neta dalam rilisnya kepada Republika, Ahad (7/9) pagi.
Apalagi kasus itu sudah 11 hari bergulir, lanjut Neta, tapi belum ada tindakan nyata Mabes Polri terhadap internal kepolisian.
IPW mencatat, setidaknya ada tiga kecerobohan Polri dalam kasus tertangkapnya 2 anggota Polda Kalbar, yakni AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MH Harahap oleh Kepolisian Malaysia.
"Pertama, kenapa kedua polisi itu bisa lolos pergi keluar negeri tanpa ijin atasan?" ujar Neta.
Padahal pada 12 April 2010, saat Komjen Polisi Susno Duaji hendak pergi berobat ke Singapura, ia berhasil ditangkap Propam Polri di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) dengan alasan tidak ada ijin atasan.
Lolosnya kedua polisi itu ke Malaysia, papar Neta, membuktikan intelijen Polri, khususnya intelijen Polda Kalbar, tidak bekerja.
Padahal, biasanya di setiap bandara, ada intel kepolisian yang mendeteksi semua kegiatan di bandara.
"Kedua, kasus AKBP Idha membuktikan buruknya sistem mutasi Polri dan cerobohnya Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Polri," ungkap Neta..
AKBP Idha sudah bermasalah di Polda Sumut, tetapi bukannya dipecat atau ditindak, malah dimutasi ke Polda Kalbar dan mendapat jabatan strategis sebagai Kasubdit III di Direktur Narkoba.
Di Malaysia, AKBP Idha kembali membuat masalah. Ia dituduh menggelapkan barang bukti narkoba. Bahkan, istrinya disebut-sebut kehilangan perhiasan senilai Rp 19 miliar di pesawat.
Ironisnya, tidak ada penyidikan serius dari Polri mengenai asal-usul perhiasan itu sehingga AKBP Idha akhirnya ditangkap polisi Malaysia.
"Ketiga, kasus penangkapan dua polisi itu membuktikan lemahnya pengawasan internal kepolisian dan atasan tidak peduli dengan tingkah laku bawahan," jelas Neta.
Akibatnya, jaringan narkoba internasional dengan mudah memperalat dan menjadikan anggota Polri sebagai budak mereka.
Dengan kasus ini, paparnya, Polri harus segera mengevaluasi kinerja intelijen dan Deputi SDM Polri.