REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Lampung menilai Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bandarlampung gagal menjalankan tugas untuk melestarikan lingkungan hidup di kota ini.
Manajer Advokasi Pesisir dan Perkotaan Walhi Lampung, Heri Hidayat SH, di Bandarlampung, Ahad, menyatakan penilaian kegagalan itu sehubungan dengan rencana BPLH Kota Bandarlampung untuk mengkaji usulan warga terkait permintaan pengelolaan Bukit Sukamenanti Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton.
Walhi Lampung menurut dia, dengan tegas meminta BPLH Bandarlampung untuk menolak usulan pengelolaan tersebut, mengingat sampai dengan saat ini bukit yang ada di Kota Bandarlampung sudah hampir habis karena telah digerus dan dikelola atas nama usaha maupun pengelolaan lingkungan.
Heri menyebutkan, sebagaimana diatur dalam pasal 67 Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang berbunyi, "Setiap orang berkewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup".
Karena itu, ujarnya, semestinya BPLH Bandarlampung sebagai badan negara yang berperan dalam bidang lingkungan hidup dapat menjaga kelestarian lingkungan, bukan sebaliknya.
Dia mengingatkan, sesuai amanat Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, setiap kota harus menyediakan 30 persen dari luas wilayahnya sebagai ruang terbuka hijau (RTH), sedangkan di Kota Bandarlampung baru ada sekitar 11 persen RTH dari total luas wilayah 169,2 km persegi.
"Bukit merupakan bagian dari RTH, selain sebagai paru-paru kota, bukit juga berfungsi sebagai daerah resapan air. Melindungi bukit sama dengan menjaga kesehatan udara dan melindungi masyarakat dari risiko banjir," ujar Heri lagi.
Menurut dia, Walhi mencurigai ada "permainan" menguntungkan dari setiap penerbitan izin berkaitan dengan lingkungan hidup.
Ia mengungkapkan, dari data Walhi tahun 2008, tercatat terdapat 33 bukit, namun hanya 11 bukit yang tersisa di Bandarlampung sampai dengan tahun 2014, artinya terdapat 22 bukit yang hilang tidak terselamatkan dari tangan-tangan perusak lingkungan dalam kurun waktu enam tahun.
Pemerintah Kota Bandarlampung menurut dia, seharusnya lebih tegas melindungi lingkungan hidup tanpa ada 'main mata' dengan kepentingan usaha.