Jumat 05 Sep 2014 18:56 WIB

Lima Catatan PPP Soal Pilkada Langsung

Rep: c73/ Red: Mansyur Faqih
Romahurmuziy
Romahurmuziy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai, usulan kepala daerah dipilih DPRD bukan sebagai kemunduran demokrasi. Melainkan pengejawantahan murni sila keempat Pancasila mengenai demokrasi perwakilan. 

"Karenanya, usulan pilkada tak langsung bukanlah hal baru. Apalagi bukan karena Koalisi Merah Putih," tutur Sekjen DPP PPP M Romahurmuziy (Romi) kepada Republika, Jumat (5/9).

Menurutnya, pembahasan RUU Pilkada telah ditegaskan sebagai rekomendasi mukernas PPP di Medan pada Januari 2012. Setidaknya terdapat lima catatan yang mendorong PPP mengusulkan moratorium pilkada langsung dan kembali ke sistem tak langsung. 

Pertama, kata dia, membutuhkan ongkos politik yang tinggi. Sehingga hanya calon bermodal besar yang mampu bersaing. 

Kedua, rawan munculnya nepotisme. Ketiga, selama sembilan tahun pilkada langsung telah mengantarkan sekitar 60 persen kepala daerah bermasalah secara hukum. Sementara selama 60 tahun pilkada tak langsung, tidak banyak persoalan hukum mencuat. 

Keempat, paparnya, rawan money politics dan politik balas budi. Sehingga, hanya desa dengan kemenangan kepala daerah terpilih saja yang umumnya mendapat perhatian program pembangunan lebih. 

Tak hanya itu, tambah dia, sistem itu juga rawan konflik horizontal, sebagaimana selama ini berlangsung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement