REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II, Khatibul Umam Wiranu menilai pilkada langsung lebih banyak menimbulkan kerugian dibandingkan manfaat. Dari berbagai aspek, pilkada tidak langsung atau lewat DPRD lebih bermanfaat bagi masyarakat.
"Pilkada langsung lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya. Fraksi Demokrat mendukung pilkada tidak langsung," kata Khatibul, di Jakarta, Jumat (5/9).
Dalam praktik selama ini, menurut dia, hampir tak ada pilkada yang tidak melahirkan masalah. Mulai dari ketegangan sosial, kerusuhan, sampai berujung pada sengketa di Mahkamah Konstitusi.
Khatibul melihat hampir semua tahapan melahirkan ketegangan dan kerawanan. Baik sosial mau pun politik. Tak hanya itu, pilkada langsung juga diramaikan praktik politik uang yang mereduksi nilai moral di tengah masyarakat.
Pendanaan yang besar, lanjut dia, juga termasuk biaya penyelenggaraan pilkada. Baik untuk penyelenggara KPU, Bawaslu atau Panwaslu. Ditambah biaya pengamanan dan biaya yang dikeluarkan para calon.
"Dengan begitu Partai Demokrat mendukung pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih oleh DPRD. DPRD sebagai wakil yang dipilih secara langsung bisa menjadi penyalur aspirasi masyarakat tentang siapa pemimpin yang diharapkan," ujar politikus Partai Demokrat itu.
Demokrat, kata Khatibul, juga mengusulkan sistem pemilihan non-paket. Wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota tidak dipilih dalam satu paket dengan gubernur, bupati, dan wali kota. Tujuannya, untuk menghindari ketidakharmonisan dalam menjalankan roda pemerintahan.
"Ketidakharmonisan dalam penyelengaraan pemerintahan hanya akan menyengsarakan masyarakat," ungkapnya.
Penentuan wakil, lanjut dia, menjadi Wewenang setiap kepala daerah terpilih. Mereka mengajukan tiga orang nama sebagai calon wakil yang dipilih dari PNS/non-PNS. Kemudian diajukan kepada Presiden melalui mendagri untuk ditetapkan salah satunya.