REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri menetapkan satu tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Zainal Umar Sadiki, Kabupaten Gorontalo Utara tahun anggaran 2011. Tersangka tersebut adalah Direktur PT. Sani Tiara Prima (PT STP), Anton Susanto (AS)
Kasubdit IV Dit Tipidkor Komisaris Besar (Kombes) Polisi, Yudhiawan mengatakan tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU Nomor 32 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. "Polisi juga telah melakukan penahanan terhadap tersangka selama 20 hari per tanggal 1 September hingga 20 September 2014," ujar Yudhiawan di Bareskrim Mabes Polri, Kamis (4/9).
Menurutnya, awal tindak korupsi yang dilakukan Direktur PT. Sani Tiara Prima (PT STP), Anton Susanto (AS) terjadi sekitar Juni 2011. Perusahaan yang dipimpin AS menyiapkan lima perusahaan pendamping untuk mengikuti lelang pengadaan alat kesehatan di RSUD Zainal Umar Sadiki, Gorontalo Utara.
Lima perusahaan tersebut adalah PT. Dinar Raya Megah (PT DRM), PT. Tilango Sarana Perkasa (PT TSP), PT. Hafair Mas (PT HM), PT. Bumi Swarga Loka (PT BSL) dan PT. Gunaramindo (PT GUN).
"Lima perusahaan itu kemudian didukung oleh satu vendor alat kesehatan yang sama yaitu PT STP. Sehingga, perusahaan manapun yang dinyatakan menang, tetap menggunakan alat kesehatan produksi perusahaan itu," katanya.
Ia menuturkan Agustus 2011, PT DRM perusahaan yang dipinjam bendera oleh PT STP melakukan tandatangan kontrak dengan dr. Rono Adam kuasa pengguna anggaran dengan nomor
440/Dikes-Farmamin/004.b/VII/201 dengan nilai kontrak Rp 5.788.750.000.
Menurutnya, dalam pengerjaan pengadaan alat-alat kesehatan tersebut bukan dikerjakan oleh PT DRM, melainkan PT STM. "PT DRM hanya mendapatkan fee 25 persen dari nilai kontrak atau kurang lebih senilai 129 juta rupiah," ungkapnya.
Yudhiawan mengungkapkan, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Gorontalo. Dalam pengadaan tersebut juga ditemukan markup sebesar Rp1,9 miliar.
"Hingga masa kontrak berakhir, ada satu item pekerjaan yang belum dilaksanakan yaitu uji fungsi dan instalasi, namun uang sudah dicairkan 100 persen," kata Yudiawan.
Menurutnya, kejadian itu merugikan keuangan daerah yang diperkirakan mencapai Rp 1,9 miliar. Pihaknya pun mengaku telah berhasil mengembalikan ke kas daerah sebesar Rp 492.170.850. "Sementara yang harus dipulihkan sebesar Rp1,4 miliar," katanya.