REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anas Urbaningrum, terdakwa kasus Hambalang menjelaskan ikhwal mobil Harrier yang kerap kali disinggung sebagai materi perkara utama dalam persidangannya. Simpang siur keberadaan mobil Harrier yang disebut didapat Anas dari proyek Hambalang dibantah Anas.
Bantahan ini Anas sampaikan saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Kamis (4/9). Dijelaskan olehnya, mobil mewah seharga Rp 720 juta itu dibeli dari uang pribadinya.
“Itu saya beli dengan menyicil di Agustus 2010, uang mukanya (DP) saya dapat dari pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), bisa dikonfirmasi ke beliau,” ujar Anas.
Dia melanjutkan, DP tersebut merupakan hasil pemberian atas apresiasi SBY kepada Anas di tahun 2009. Anas mengatakan, SBY saat itu memberikan penghargaan khusus kepadanya karena menilai kinerja dia saat menjadi juru bicara tim pemenangan Pilpres 2009 sangat baik.
Uang pemberian tersebut lantas ia belikan mobil dengan meminta bantuan pengurusan pada Nazaruddin. Anas berujar, di samping Nazar menunjukan sikap bersahabat, alasan lain ia meminta eks Bendahara Umum (Bendum) PD mengurusi pembelian adalah faktor keahlian.
“Nazar sangat mengerti soal mobil, spesifikasi dan harganya, makanya saya percayakan ke dia,” kata Anas.
Meski menyetorkan DP, pembelian itu menurutnya memang dilakukan secara tunai tanpa kredit. Uang pelunasan, ditalangi dulu oleh Nazar untuk kemudian Anas cicil pada koleganya tersebut.
Dia menegaskan tak pernah mengetahui bahwa ternyata uang sisa untuk melunasi mobil tersebut diambil Nazar dari PT Pasific Metropolitan. Hingga akhirnya, hal-hal yang ditutupi Nazar diungkap di pengadilan.
Sebelumnya Anas didakwa menerima satu unit Toyota Harrier dari PT Adhi Karya karena memenangkan tender Hambalang untuk mereka. Menurut Nazaruddin, Anas dibelikan mobil tersebut oleh Kadiv Konstruksi PT Adhi Karya Teuku Bagus Noor senilai Rp 720 juta. Namun, Noor menampik tuduhan tersebut. Belakangan terungkap dalam persidangan bahwa adalah Nazar yang memberikan mobil tersebut. Hal tersebut terungkap dari penjelasan para mantan pegawai Nazaruddin di Permai Grup.