REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan perkara tindak pidana perpajakan yang diajukan Toto Indarto, Manager Permata Hijau Group (PHG). Dengan putusan tersebut, maka proses penyidikan atas kasus penerbitan dan pengeluaran fiktif yang diduga merugikan negara ratusan miliar itu dihentikan.
Majelis Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan, Muhammad Razzad dalam putusannya menyatakan penyidikan berlarut-larut dan memakan waktu lama. Serta berkas perkara dan SPDP dari Penyidik telah dikembalikan oleh Jaksa.
Menanggapi hal ini, Ditjen Pajak melalui Direktur Intelijen dan Penyidikan Dirjen Pajak Kemenkeu Yuli Kristiyono menyayangkan keputusan tersebut. Menurutnya penghentian penyidikan bukan menjadi kewenangan PN Jakarta Selatan, sesuai pasal 77, 80 dan 81 KUHAP.
Sesuai pasal 80 dan 81 KUHAP, Tersangka tidak mempunyai /legal standing/ sehingga tidak termasuk pihak yang dapat mengajukan praperadilan. Yang dapat mengajukan adalah Penyidik atau Penuntut Umum atau Pihak Ketiga yang berkepentingan.
"Dalam hal ini 'frase pihak ketiga' sudah terdapat putusan MK Nomor 6 yaitu saksi korban, pelapor atau LSM," ujar Yuli dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Ditjen Pajak juga menyatakan bahwa penyidikan masih berlangsung dan masih dalam proses memenuhi permintaan kelengkapan sesuai petunjuk jaksa. "Sehingga hal ini tidak dapat dijadikan objek praperadilan untuk ditentukan sah atau tidaknya penghentian penyidikan," ujarnya.
Yuli mengatakan Hakim tidak mempertimbangkan bahwa Pemohon Praperadilan yang juga tersangka adalah Pemohon tunggal dimana dalam kasus PHG bukan hanya pemohon yang berstatus tersangka. Namun terdapat tersangka lain dari penyidikan tersebut yang saat ini masih dalam status buronan (DPO).
"Dan sampai saat ini belum pernah hadir memenuhi panggilan Penyidik," jelasnya. Sebagai institusi negara yang patuh hukum, Ditjen Pajak akan menyikapi perkara ini sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kasus ini bermula ketika Ditjen Pajak menemukan nota pajak fiktif pada tahun 2009. Setelah ditelusuri, diketahui hal itu dilakukan oleh perusahaan Permata Hijau Group (PHG). Salah satu manajer PHG, Toto Chandra lalu ditetapkan jadi tersangka pada 2009.
Menganggap dirinya korban nota fiktif, Toto mengajukan pra peradilan pada Agustus 2014 ke PN Jaksel. Dalam gugatan pra peradilannya, Toto meminta majelis hakim untuk memberhentikan penyidikan yang dilakukan Dirjen Pajak pada dirinya.
Pada 26 Agustus 2014 PN Jaksel mengabulkan praperadilan Toto Chandra dan memerintahkan Dirjen Pajak menghentikan penyidikan.