Kamis 04 Sep 2014 14:41 WIB

Volume Air Waduk di Madiun Menyusut

Waduk Cirata.
Foto: Antara
Waduk Cirata.

REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Volume air di sejumlah waduk yang ada di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mulai menyusut akibat musim kemarau yang terjadi di tahun ini.

"Sampai sekarang, sesuai laporan yang masuk, penyusutan di waduk-waduk yang ada baru mencapai 30 sampai 40 persen dari volume total kemampuan waduk menampung air. Jumlah tersebut masih cukup untuk mengairi lahan pertanian, namun juga tetap harus dipantau," ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Kabupaten Madiun RM Hekso Setyo Raharjo kepada wartawan, Kamis (4/9).

Menurut dia, penyusutan volume air sudah terjadi sejak dua bulan lalu saat memasuki musim kering. Kondisi tersebut diprediksi akan berlangsung hingga musim kering berakhir.

Sejumlah waduk yang mengalami penyusutan air tersebut, di antaranya Waduk Notopuro di Pilangkenceng, volumenya turun dari normal yang mencapai 507.000 meter kubik menjadi 287.600 meter kubik. Waduk ini bertugas mengairi seluas 2.433 hektare lahan pertanian di Kecamatan Pilangkenceng.

Kemudian, Waduk Kedungbrubus di Desa Bulu, Kecamatan Pilangkenceng. Waduk tersebut volume airnya tinggal 50 persen dari volume normal 2 juta meter kubik. Sedangkan kondisi waduk lainnya tak kalah parah, yakni Waduk Saradan di Kecamatan Saradan serta Waduk Dawuhan di Kecamatan Wonoasri. Rata-rata persediaan air di waduk tersebut masih sekitar 60 sampai 70 persen dari volume normalnya.

Kondisi menyusutnya air waduk dimanfaatkan warga desa setempat untuk bercocok tanam di bagian dasar waduk yang mengering. Penggunaan lahan pertanian dadakan tersebut dilakukan setiap tahun saat musim kemarau melanda.

"Kami memanfaatkan dasar waduk yang kering untuk lahan pertanian setiap musim kemarau tiba. Hasilnya, lumayan bisa membantu kebutuhan pangan sehari-hari," ungkap warga sekitar waduk, Musrinah.

Ia mengaku menanam berbagai jenis tanaman pertanian di lahan dasar waduk tersebut. Seperti palawija, sayuran, dan bahkan padi. Hasil panennya juga tergolong baik karena lahan tempatnya bercocok tanam itu sangat subur.

Sementara, Hekso Setyo Raharjo menambahkan, jika musim kemarau sudah memuncak, air untuk irigasi sawah dipastikan semakin sulit didapat warga. Karena itu, pihaknya mengimbau agar para petani menanam palawija karena kebutuhan airnya lebih sedikit dibandingkan padi dan juga menghindari puso.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement