REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pembahasan RUU Pilkada yang masih berjalan, pemerintah dan DPR menyepakati pilkada dilaksanakan dengan biaya murah. Dalam RUU Pilkada disiapkan regulasi untuk mengatur ongkos pilkada lebih murah.
"Kami (pemerintah) punya syarat, harus kita buat pilkada ini tidak mahal. Sudah disepakati semua fraksi," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (3/9).
Menurut Djohermansyah, akan diatur besar pengeluaran untuk penyelenggaraan setiap pilkada. Misalnya, kampanye terbuka melalui rapat umum yang selama ini banyak menyedot biaya akan dibatasi. Begitu pula kampanye melalui media massa, seperti iklan di televisi.
"Banyak yang kampanye di TV nasional padahal cuma pemilu lokal. Nah, aturan-aturan seperti itu akan dimasukkan supaya ongkosnya murah," ujarnya.
Pemerintah dan DPR, lanjut Djohermansyah, juga sepakat untuk menekan biaya pilkada melalui pengaturan kampanye melalui pemasangan atribut. Jika selama ini pasangan calon dan partai berlomba-lomba mengeluarkan dana untuk pemasangan atribut, ke depannya hal tersebu takan dibatasi.
"Nanti yang masang spanduk dan baliho itu petugas KPU-nya. Ada batasan berapa unit yang boleh dipasang, mereka kasih ke KPU, nanti yang pasang KPU di tempat yang dibolehkan sesuai peraturan," jelasnya.
Pengaturan pilkada berbiaya murah tersebut, diharapkan pemerintah bisa langsung diterapkan pada pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015 nanti. Setidaknya, Kemendagri mencatat akan digelar 236 pilkada tahun depan.
Sementara itu, Sekretari Jenderal KPU Arif Rahman Hakim mengatakan, hingga saat ini alokasi anggaran untuk pelaksanaan pilkada tahun depan masih dianggarkan dari APBD masing-masing daerah. Nominal di setiap daerah bervariasi, tergantung jumlah penduduk, jumlah tempat pemungutan suara (TPS), dan jangkauan luas wilayah.
Jika dalam UU Pilkada yang baru diputuskan anggaran pilkada diambil dari APBN, menurut Arif, KPU tinggal menyesuaikan. Hanya saja, menurutnya penganggaran pilkada biasanya telah dilakukan minimal satu tahun sebelum pilkada digelar.
Komisioner KPU Arief Budiman memperkirakan biaya pelaksanaan Pilkada di setiap kabupaten/kota dan provinsi antara Rp 10 hingga Rp 200 miliar. Biaya tersebut disesuaikan dengan jumlah penduduk di daerah tersebut.
"Bervariasi, kalau di daerah-daerah itu Rp 10 sampai 12 miliar ada, tapi kalau untuk daerah padat penduduknya biaya bisa mencapai Rp 100-200 miliar untuk setiap provinsi," kata Arief.
Meski begitu, menurutnya biaya yang digelontorkan untuk Pilkada di provinsi atau kabupaten tertentu bisa saja lebih besar. Misalnya saja Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah yang jumlah penduduknya cukup padat. Untuk dua provinsi ini, Arief memperkirakan dikeluarkan biaya hingga Ro 500 miliar untuk menggelar pemilu.