REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asisten Koodinator Kelompok Kerja Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Ari Perdana menilai perlu ada kebijakan gabungan yang bersifat komprehensif untuk mengatasi tingginya ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak (BBM).
Kebijakan tersebut hendaknya tidak hanya mengacu kepada argumen fiskal semata. Melainkan juga argumen reformasi energi.
Menurut Ari, ketergantungan terhadap BBM perlu diturunkan. Karena energi ini bersifat tidak terbarukan.
Selain itu, harga murah BBM telah membuat konsumen berlomba-lomba mengonsumsi BBM tanpa batas. Imbas lainnya adalah tersendatnya pengembangan energi baru dan terbarukan.
Instrumen untuk mengatasi masalah ini, ujar Ari, tidak melulu dari sisi harga dan pengendalian. "Harga tidak cukup, harus ada manajemen alokasi. Tapi saya percaya pengendalian pun tidak bisa berjalan tanpa dibarengi harga," kata Ari.
Lebih lanjut, Ari mengatakan, kebijakan untuk menaikkan harga BBM selama ini sering tersandera akibat argumen politis. Akibatnya, sulit bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang kerap dinilai publik tidak populis tersebut.
Ke depan, katanya, diperlukan landasan hukum yang memungkinkan pemerintah bisa menaikkan harga tanpa melibatkan parlemen. Selain itu, perlu dipertimbangkan pula penerapan subsidi tetap per liter BBM agar kestabilan anggaran tetap terjaga.