Senin 01 Sep 2014 13:51 WIB

Fahri: Berani Tidak PDIP Serahkan Kursi Ketua DPR ke Karolin Natasha?

Rep: muhamad akbar wijaya/ Red: Taufik Rachman
Fahri Hamzah
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Fahri Hamzah

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Pansus Tata Tertib UU MD3, Fahri Hamzah merespon argumentasi PDI Perjuangan tentang posisi pimpinan DPR yang harus berasal dari partai peraih kursi terbanyak. Menurut Fahri apabila argumentasi PDI Perjuangan dijalankan maka calon pimpinan DPR mendatang adalah Karolin Margaret Natasha.

"Kalau argumen PDIP suara terbanyak yang dapat mandat rakyat, berarti Karolin yang menjadi Ketua DPR," kata Fahri kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (1/9).

Fahri mengatakan dalam sistem pemilihan suara terbanyak seperti saat ini, mandat rakyat lebih ditekankan kepada caleg daripada partai politik. Itu artinya, imbuh Fahri, PDI Perjuangan harus menyerahkan kursi Ketua DPR kepada kadernya yakni Karoline yang meraih suara terbanyak nasional yakni 397.481 suara di pemilu legislatif 2014-2019. "Berani tidak PDIP menyerahkan mandat itu kepada Karoline," ujar Fahri.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini berpendapat mekanisme pemilihan pimpinan DPR secara demokratis lewat sistem paket sudah tepat. Dengan cara ini anggota DPR bisa menentukan sendiri siapa orang yang dianggap memiliki kualitas dan kapasitas dalam memimpin lembaga DPR. "Karena pimpinan itu menyangkut nama baik lembaga juga," katanya.

Fahri juga membatah tudingan bahwa komposisi pimpinan Pansus Tatib DPR syarat kepentingan untuk menjegal PDI Perjuangan meraih posisi pimpinan DPR. Sebab menurutnya pimpinan Pansus Tatib DPR hanya bertugas memimpin jalannya rapat. "Tidak ada yang dijegal. Kenapa takut banget ini rapat biasa. Tidak ada yang aneh," ujarnya.

Mekanisme pemilihan pimpinan DPR menjadi polemik usai dilakukannya revisi UU MD3. Sebelum UU MD3 direvisi, posisi pimpinan DPR ditentukan berdasarkan partai peraih kursi terbanyak. Namun setelah diubah posisi pimpinan DPR ditentukan lewat mekanisme musyawarah mufakat dan voting di sidang paripurna melalui sistem paket. Perubahan ini dinilai PDI Perjuangan sebagai bentuk penjegalan kepada mereka untuk meraih kursi Ketua DPR

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement