REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menyatakan bahwa pemilihan umum presiden (Pilpres) bukan merupakan persoalan hidup dan mati melainkan sebuah proses demokrasi.
Hal itu dikemukakan Ketua MK Hamdan Zoelva, saat hadir di acara halalbihalal keluarga Bima se-Pulau Lombok di Mataram, Ahad.
Ia menyatakan, tidak banyak negara di belahan dunia ini, bisa membentuk dan membangun sebuah demokrasi yang baik, seperti yang kini terjadi di Indonesia.
Salah satu contohnya, di negara-negara timur tengah saat ini terus mencoba melaksanakan demokrasi, tetapi hingga saat ini belum juga bisa terealisasi, bahkan cenderung diambang perpecahan.
"Negara kita terbesar ke empat di dunia, dengan suku bangsa dan etnik yang berbeda tetapi kita bisa mampu melewati itu, Thailand saja gagal," katanya.
Karena itu, pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat ini mengutarakan, pemilu bukan urusan hidup dan mati, melainkan sebuah proses dari perjalanan lima tahun.
"Kalau dia tidak bagus, ya jangan dipilih, karena demokrasi sama sekali tidak mengatur pemimpin itu harus ini, tidak dikontrol rakyat, dan prosesnya tidak perlu dengan berdarah-darah," ujarnya.
Sebab, bagaimanapun membangun sebuah demokrasi itu tidak mudah, namun harus bisa seiring berjalan dengan kecerdasan rakyat, karena dengan kecerdasan itu, maka dengan sendirinya akan terbangun kesadaran.
"Soal Pemilu itu bagaimana kita membangun kepercayaan, karena dengan kepercayaan itulah masyarakat akan menerima hasil pemilu," ucapnya.
Namun, kalau pun pada akhirnya pemilu itu diprotes, sudah ada institusi yakni pengadilan, sebab inilah proses paling akhir.
"Di negara demokrasi mana pun di dunia ini, jika ada sengketa akan dituntaskan di peradilan, di Indonesia pun seperti itu, ada pada MK dan jika sudah diputuskan itulah finalnya," kata Hamdan Zoelva.