REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, mengatakan pungutan liar (pungli) tunjangan profesi guru yang dilakukan Dinas Pendidikan (Disdik) banyak terjadi di daerah. Hal itu disebabkan adanya cara pandang guru yang keliru.
Guru menganggap Dindis sebagai orangtua sehingga mau menyetorkan sekian persen uang tunjangan profesi kepada Disdik. Padahal setoran itu termasuk salah satu bentuk gratifikasi atau penyalahgunaan wewenang pejabat Disdik.
"Sebenarnya ada yang sukarela tapi ada sejenis ancaman tidak tertulis kalau tidak ngasih akan dipersulit pemberkasannya," kata Febri saat dihubungi Republika, Ahad (31/8).
Sejauh ini, ICW memang belum menangani kasus pungli tunjangan guru. Namun, pihaknya pernah menerima laporan dari guru yang mengeluhkan adanya pungli tunjangan profesi. Lantaran tidak disertai bukti, ICW tidak bisa menindaklanjuti laporan tersebut.
"Kami susah melakukan pembuktian. Harus ada bukti, kalau tidak kami tidak bisa turun ke lapangan," imbuhnya.
Setoran tersebut diberikan kepada oknum di Disdik. Kemudian uangnya digunakan untuk kepentingan pribadi. Pembayarannya pun dilakukan secara cash. Pihaknya meminta kepolisian dan kejaksaan untuk menangkap guru dan sindikat pungli tersebut.
"Polisi harus jemput bola. Setiap tiga bulan sekali kan mereka ngumpul di Disdik. Datanglah, kalau ada transaksi langsung tangkap," ujarnya.