Ahad 31 Aug 2014 01:20 WIB

Seni Bisa Jadi Terapi Psikologi

Pengunjung melintas dalam foto refleksi salah satu koleksi pameran lukisan Perempuan India di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (27/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pengunjung melintas dalam foto refleksi salah satu koleksi pameran lukisan Perempuan India di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (27/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekerja Sosial Harry Hikmat mengatakan, seni bisa menjadi terapi psikologi karena lewat seni ide-ide kreatif dan tekanan bisa disalurkan.

"Terapi seni bisa dalam bentuk apa saja seperti musik, tari, melukis dan sebagainya," kata Harry yang juga staf ahli Menteri Sosial bidang Dampak Sosial di Jakarta, Sabtu (30/8). Harry menggelar "kids art" di Kalibata City Square sebagai ajang untuk anak menyalurkan bakatnya.

Pada acara tersebut juga turut dipamerkan lukisan karya Harry yang dihasilkan sejak dia berusia tiga tahun hingga saat ini 51 tahun. Selain itu Harry juga berbagi pengalamannya melukis dalam dialog santai dan melukis bersama anak-anak.

Selain melukis, Harry juga aktif sebagai dosen dan fasilitator pelatihan. Bahkan disela-sela kesibukannya sebagai bieokrat ia juga menyempatkan diri menyalurkan hobi bermusik dan bermain teater dan puisi.

"Terapi seni bagi anak-anak terutama dari kelompok marjinal perlu dikembangkan. Bukan saatnya lagi terapi dengan cara konvensional," katanya.

Melalui terapi seni, anak dapat menyalurkan idenya dan menuangkan dalam sebuah karya, dan dari kegiatan itu anak bisa menumbuhkan bakatnya.

"Misalnya anak-anak jalanan, kita rangkul dan ajak melukis atau menyanyi atau membuat kerajinan lainnya, di samping mereka tidak di jalanan lagi, hasil karyanya juga bisa bernilai ekonomis," tambah dia.

Bahkan di luar negeri, tambah Harry, mulai dikembangkan terapi melalui media olahraga."Terapi seperti ini jauh lebih efektif dibandingkan terapi biasa," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement