REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Hasil Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta pada Agustus 2014 mengindikasikan nilai penjualan ritel mengalami perlambatan.
"Hal itu tercermin dari pertumbuhan tahunan Indeks Penjualan Riil (IPR) Agustus 2014 yang melambat menjadi 10,01 persen dari 12,45 persen pada Juli 2014," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Arief Budi Santoso di Yogyakarta, Jumat (20/8).
Menurut dia, perlambatan pertumbuhan IPR terutama didorong oleh melemahnya permintaan pada kelompok makanan dan tembakau serta kelompok barang lainnya yang meliputi pakaian jadi, aksesoris, kosmetik, dan farmasi.
"Perlambatan pada kelompok-kelompok komoditas tersebut terutama dipengaruhi oleh kembali normalnya tingkat konsumsi rumah tangga pasca-Lebaran," katanya.
Selain itu perlambatan penjualan pada kelompok makanan dan tembakau juga dipengaruhi oleh turunnya penjualan pada subkelompok tembakau akibat adanya kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada periode bulan sebelumnya sehingga terjadi proses adaptasi pasar. "Sebelumnya sejak awal tahun sampai dengan Juli 2014, IPR terus menunjukkan pertumbuhan bulanan yang selalu positif," katanya.
Pada Agustus 2014, kata dia, untuk pertama kalinya IPR menunjukkan adanya pertumbuhan bulanan negatif sebesar minus 0,31 persen. "Padahal secara rata-rata pertumbuhan bulanan sejak Januari sampai dengan Juli 2014 mencapai sebesar 0,91 persen per bulan," katanya.
Ia mengatakan hasil survei juga mengindikasikan bahwa ekspektasi terhadap tekanan harga pada tiga bulan mendatang diperkirakan menurun.
Indikasi itu terlihat dari indeks sebesar 127,78 yang turun 7,78 poin dibandingkan ekspektasi bulan sebelumnya.
Di sisi lain, pada enam bulan mendatang ekspektasi terhadap tekanan harga juga berkurang dengan indeks sebesar 116,67 atau turun 25,56 poin dibandingkan ekspektasi bulan sebelumnya.
"Pengusaha ritel juga memperkirakan bahwa tingkat kenaikan harga sampai dengan akhir tahun tidak akan setinggi tahun sebelumnya. Namun ekspektasi itu dibentuk dengan asumsi bahwa tidak terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi pada 2014," katanya.