Kamis 28 Aug 2014 22:12 WIB

Kemristek Bentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir

Reaktor nuklir
Foto: ap
Reaktor nuklir

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kementerian Riset dan Teknologi membentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir untuk memberikan pertimbangan kepada presiden terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia.

"Anggota majelis itu berjumlah tujuh orang terdiri atas para pakar dan tokoh masyarakat. Lembaga independen itu rencananya berada di bawah naungan presiden," kata Asisten Deputi Iptek Masyarakat Kemristek Sadyatmo di Yogyakarta, Kamis (28/8).

Pada sosialisasi Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir, ia mengatakan dalam waktu dekat akan dibentuk panitia seleksi, dan dalam 3-6 bulan ke depan lembaga tersebut diharapkan sudah terbentuk.

Menurut dia, teknologi nuklir sudah dimanfaatkan dalam bidang pangan, kesehatan, dan obat-obatan. Salah satunya adalah beras Si Denok sebagai salah satu beras unggulan dari hasil rekayasa genetika melalui teknologi nuklir.

"Nuklir bukan hanya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Banyak juga dalam bidang pengawetan makanan dan pengobatan," katanya.

Ia mengatakan pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang pangan dan kesehatan tidak banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebaliknya rencana pembangunan PLTN sampai saat ini masih belum bisa terealisasi.

"Tidak mudah untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, selain dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia yang andal serta anggaran yang tidak sedikit, Indonesia juga dihadapkan pada aturan regulasi yang ditetapkan Badan Tenaga Atom Internasinal (IAEA)," katanya.

Pakar teknologi nuklir UGM Susetyo Hario Putro mengatakan pengembangan teknologi nuklir di Indonesia kuncinya terletak pada edukasi. Selama ini masyarakat belum diedukasi secara lebih baik terkait pengenalan teknologi nuklir.

"Kita lihat kurikulum di sekolah dasar hingga perguruan tinggi, minim sekali dengan teknologi, berbeda jauh dengan negara maju yang sudah mengenalkan nuklir dari anak SD," katanya.

Menurut dia, sosialisasi pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir tidak cukup hanya melalui media internet karena tidak semua masyarakat bisa menjangkau. Oleh karena itu pemerintah perlu lebih menekankan pada pengembangan kurikulum di sekolah.

"Edukasi dengan masyarakat mulai dari bawah, pemahaman tentang nuklir akan lebih baik. Selama ini kita hanya mengenal nuklir dari pelajaran sejarah, bom atom di Hiroshima dan Nagasaki sehingga ketakutan yang muncul," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement