Kamis 28 Aug 2014 16:40 WIB

DPR Didesak Tunda Pengesahan RUU Pilkada

Rep: c87/ Red: Mansyur Faqih
Pilkada (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Pilkada (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Suprianto mendesak DPR menunda pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Karena, Didik menilai, isi RUU tersebut berbeda dengan visi-misi presiden-wapres terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

"Pembahasan RUU Pilkada lelet banget, saya melihat panja dan pemerintah terjebak pembahasan isu-isu krusial. Saya ingin, hentikan pembahasan RUU Pilkada, sebab isinya beda dengan visi-misi pemerintahan yang baru," kata Didik di Jakarta, Kamis (28/8).

Isu krusial tersebut yakni pemerintah ingin gubernur dipilih secara langsung. Sedangkan bupati/wali kota dipilih DPRD. 

Sementara fraksi di DPR ingin semuanya dipilih langsung. Kedua, pemerintah ingin wakil bupati/wali kota ditunjuk dari kalangan PNS. Sedangkan fraksi ingin dipilih sepaket dengan bupati/wali kota.

"Posisi pemerintah sekarang beda dengan DPR yang sekarang dan beda dengan pemerintah yang akan datang. Ini tidak etis kalau pemerintah ngotot, padahal isinya secara substantif beda dengan visi-misi Jokowi-JK," ujar Didik.

Sementara itu, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada, Abdul Hakam Naja menyatakan, tidak ada alasan menunda pengesahan RUU Pilkada. Sebab, DPR telah melakukan pembahasan selama dua tahun. 

"Sudah dua tahun membahas, akan menjadi permasalahan bagi kami (kalau ditunda), tinggal putusan. Nanti malah dianggap bagaimana ini DPR menggunakan waktu lama malah ditunda. Tidak ada alasan untuk membatalkan," kata Hakam.

Menurut Hakam, pemerintah baru punya kewenangan mengajukan perubahan undang-undang. Namun, kalau presidennya cocok dengan undang-undang tidak perlu melakukan perubahan. "Jokowi juga setuju pilkada dilakukan serentak dan langsung," imbuhnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement