REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemecatan Bupati Musi Banyuasin (Muba) Pahri Azhari dari Ketua DPD PAN berpotensi mengubah peta politik daerah setempat. Sebabnya, yang bersangkutan ternyata tidak hanya dipecat dari jabatan ketua, melainkan juga dari keanggotaannya di partai.
Pengamat politik Indexpolitika, Budiman Hidayat, mengatakan, pemecatan Pahri otomatis akan menggugurkan dukungan PAN terhadap pemerintahannya. Jika selama ini kader PAN di legislatif cukup getol mengawal kebijakannya, maka hal itu hampir mustahil terjadi lagi.
“Secara verbal, dipecat berarti tidak komitmen, tidak patuh, tidak taat, tidak bertanggungjawab. Jadi sulit didukung lagi,” katanya, di Jakarta, Selasa (26/8). Dengan pemecatan tersebut maka separuh kekuatan politik Pahri telah hilang. Posisi Pahri sebagai Bupati Muba juga mudah digoyang melalui kekuatan politik parlemen.
“PAN itu partai pemenang di Muba. Tanpa dukungan PAN, Pahri kehilangan taji, mudah digoyang sana-sini,” ujarnya.
Terlepas dari alasan di balik pemecatan, posisi Pahri dinilai makin terjepit. Ini diketahui setelah pada saat bersamaan istrinya Lucianty Pahri, caleg PAN Provinsi Sumsel terpilih, juga dipecat dari partai. “Di sini malapetakanya. Kita tunggu saja dinamika politik ke depan,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah kader PAN di Provinsi Sumatera Selatan dipecat dari jabatan dan keanggotaanya. Lima orang diantaranya duduk sebagai ketua partai, yakni: Pahri Azhari (Ketua DPD PAN Musi Banyuasin); Rudi Apriadi (Ketua PAN Banyuasin); Memet Muharrom (Ketua DPD PAN Prabumulih); RHM Zaini (Ketua DPD PAN Kota Palembang); dan Sambas (Ketua DPD PAN Lubuklinggau).
Sedangkan dari kader yang terpilih sebagai anggota legislatif tingkat provinsi dari daerah pemilihan Muba adalah Lucyanti Pahri dan Mardiansyah. Semuanya dipecat dari keanggotaan PAN.
Advertisement