Rabu 25 Dec 2019 17:10 WIB

KNKT: Kecelakaan Bus Sriwijaya karena Rem Blong

Bus Sriwijaya rute Bengkulu - Palembang masuk ke dalam jurang.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Petugas gabungan dari SAR Pagaralam, TNI, Polri, BPBD dan Tagana melakukan evakuasi korban kecelakaan Bus Sriwijaya dengan rute Bengkulu - Palembang yang masuk jurang di Liku Lematang, Dempo Selatan, Pagaralam, Sumatera Selatan, Selasa (24/12/2019).
Foto: Antara/Pelsen Abadi
Petugas gabungan dari SAR Pagaralam, TNI, Polri, BPBD dan Tagana melakukan evakuasi korban kecelakaan Bus Sriwijaya dengan rute Bengkulu - Palembang yang masuk jurang di Liku Lematang, Dempo Selatan, Pagaralam, Sumatera Selatan, Selasa (24/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) saat ini sudah menyimpulkan penyebab kecelakaan bus Sriwijaya Mitsubishi Fuso BM dengan nomor polisi BD 7031 AU di Kota Dempo Tengah, Pagar Alam, Sumatera Selatan, Senin (23/12). Investigator Sub Komite Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Achmad Wildan mengatakan bus mengalami rem blong.

Hanya saja, penyebab rem blong bukan dikarenakan kondisi bus tidak baik. “Bus secara administratif masih laik jalan,” kata Wildan kepada Republika.co.id, Rabu (25/12).

Baca Juga

Dia menjelaskan pengemudi saat melalui turunan panjang dan berkelok menggunakan gigi persneling tinggi. Hal tersebut menurut Wildan menyebabkan exhaust brake dan engine brake tidak bekerja optimal. Kondisi tersebut memaksa service brake bekerja maksimal.

Service brake yang bekerja maksimal memicu terjadinya overheat pada kampas,” tutur Wildan.

Menurutnya, saat kampas mengalami overheat membuat permukaan geseknya menjadi nol. Sehingga, kata Wildan, hal tersebut menurunkan brake efectivity yang dapat dikatakan sebagai fenomena brake fading.

“Pada saat brake fading system, rem bekerja namun tidak mampu mencegah roda berhenti berputar atau yang orang awam bilang rem blong,” ujar Wildan.

Sebelumnya, dari hasil pemeriksaan geometrik jalan, ditemukan hasil kondisi jalan ekstrem dengan turunan dan tikungan tajam. Wildan mengatakan di lokasi kecelakaan tersebut juga tidak ditemukan skid mark yang menandakan tidak adanya upaya pengereman.

Wildan mengatakan pagar jalan berupa beton seharusnya paling tidak satu meter namun yang ditemukan tidak sesuai. “Namun justru pada titik jatuh, pagar jalan lebih rendah setinggi 50 centimeter dengan lebar 25 centimeter sepanjang 10 meter,” ujar Wildan.

Wildan menambahkan, pemeriksaan juga dilakukan bersama saksi kecelakaan tersebut. Dari pemeriksaan saksi, kata Wildan, pengemudi tidak dalam keadaan lelah karena baru saja beristirahat sejam sebelum kecelakaan terjadi.

Sebelum terjadi kecelakaan, lanjut Wildan, bus sempat mengalami insiden berserempet dengan mobil Avanza dan terjadi ketegangan dan menyita waktu. Selain itu, roda kiri bus tersebut juga sempat masuk drainase dan tidak bisa keluar.

“Sampai akhirnya ditarik oleh bus Sriwijaya lainnya untuk keluar dari parit,” tutur Wildan.

Berdasarkan keterangan penumpang, lanjut dia, diperoleh keterangan sesudah keluar dari drainase pengemudi memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Hal tersebut disinyalir untuk mengejar waktu yang hilang atas dua insiden sebelumnya.

Selain itu, berdasarkan keterangan penumpang yang tidak tidur saat memasuki jalan menurun panjang, berkelok, dan kecepatan tinggi, pengemudi sering melakukan pengereman saat di tikungan. “Tidak terdapat suara //exhaust brake// hanya terdengar suara berderit,” jelas Wiladan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement