REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Divisi Humas Polri mengaku belum mendapat laporan dari jajarannya terkait isu tujuh situs berita palsu. Dihubungi Selasa (29/7), Kepala Divisi Humas Polri Ronny F Sompie bahkan mengaku baru mendengar kasus tersebut.
“Belum masuk laporannya. Coba nanti saya cek lagi ke Bareskrim Polri. Memang biasanya mereka baru melaporkan setelah ada penyelidikan,” ujar Ronny.
Meski begitu, Ronny menjelaskan, pihak kepolisian pasti akan melakukan penyelidikan jika ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan. “Kita bisa mencari pasal pidana yang sesuai dalam UU ITE,” kata dia.
Sementara ini, Ronny mengimbau agar masyarakat tidak lekas percaya terhadap berita-berita yang berasal dari sumber yang tidak resmi.
Berawal dari keluhan masyarakat melalui media sosial Twitter/ dan Facebook/ kasus pemalsuan tujuh situs berita kini mulai ramai menjadi bahan pemberitaan. Modus pemalsuan kanal-kanal berita tersebut adalah dengan menambah keterangan “–news.com” di belakang alamat portal berita terkait.
Situs berita kompas.com misalnya, dipalsukan menjadi kompas.com—news.com. Kemdiuan, portal berita tempo.co diduplikasi menjadi tempo.com—news.com. Selain dua media tersebut, situs-situs berita yang mengalami kejahatan yang sama adalah antaranews.com, detik.com, tribunnews.com, liputan6.com. dan inilah.com.
Laman-laman gadungan yang mereduplikasi portal-portal berita tersebut menyajikan konten berita seputar pemilihan presiden. Muatan berita yang disajikan di laman-laman palsu tersebut tidak bisa diverivikasi kebenarannya, bahkan beberapa di antaranya sangat jelas adalah kebohongan.
Salah satu berita yang dimuat, misalnya berjudul “Ketua KPU Ditetapkan Sebagai Tersangka”. Berita itu jelas tidak benar karena tidak ada keterangan dari pihak berwenang mengenai hal tersebut.