Selasa 13 Feb 2018 05:31 WIB

Mengapa Astra Suntik Gojek Triliunan Rupiah?

Astra akan menjadi investor terbesar di Gojek.

Rep: Christiyaningsih, Rahayu Subekti/ Red: Elba Damhuri
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kiri) bersama Presiden GO-JEK Andre Soelistyo (kanan) menyaksikan penandatanganan kerja sama Investasi antara Astra Internasional dengan GO-JEK yang dilakukan oleh Presiden Direktur PT Astra International Tbk Prijono Sugiarto (kedua kiri) dan CEO & CO-Founder GO-JEK Nadiem Makariem (kedua kanan) di Jakarta, Senin (12/2).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kiri) bersama Presiden GO-JEK Andre Soelistyo (kanan) menyaksikan penandatanganan kerja sama Investasi antara Astra Internasional dengan GO-JEK yang dilakukan oleh Presiden Direktur PT Astra International Tbk Prijono Sugiarto (kedua kiri) dan CEO & CO-Founder GO-JEK Nadiem Makariem (kedua kanan) di Jakarta, Senin (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Astra Internasional Tbk menginvestasikan dana sebesar 150 juta dolar AS atau sekitar Rp 2 triliun di perusahaan penyedia layanan on-demand berbasis aplikasi, yaitu Gojek. Penandatanganan kerja sama kedua pihak diumumkan dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (12/2).

Presiden Direktur PT Astra Internasional Tbk Prijono Sugiarto menilai, Gojek merupakan pemain utama dalam ekonomi digital Indonesia saat ini. "Kolaborasi dengan Gojek akan memberikan nilai tambah bagi bisnis Astra serta mengakselerasi inisiatif Astra di bidang digital," katanya.

Prijono menjelaskan, program Astra dalam bidang digital berkaitan dengan database (basis data) yang dimiliki terkait penjualan motor dan mobil. Menurut dia, dalam satu tahun, Astra berhasil menjual hampir 4,5 juta sepeda motor dan 600 ribu mobil. "Kami ingin database ini berguna dan bermanfaat bagi ekosistem yang ada di Astra," ujarnya.

Kendati begitu, dia mengaku masih mengkaji bentuk kolaborasi antara kedua pihak. Belum tentu Astra akan mengintegrasikan diri ke dalam layanan pembayaran digital Gojek, yaitu Gopay. Hal ini terlalu dini karena penandatanganan kerja sama baru dilakukan Senin ini.

Lebih lanjut, Prijono menyebut, tetap ada masa depan yang menjanjikan setelah berkolaborasi dengan Gojek. Dia menegaskan, kolaborasi yang dilakukan kedua pihak bukan hanya berkaitan dengan penjualan mobil dan motor.

"Terlalu picik kalau itu saja. Tidak mau saya investasi 150 juta dolar AS kalau cuma mau buat jual mobil dan motor. Mending saya bikin outlet kalau cuma buat jual mobil dan motor," kata Prijono menjelaskan.

President dan Co-Founder Gojek Andre Soelistyo menilai, investasi Astra akan berpengaruh pada inovasi yang akan dilakukan Gojek. "Astra akan memberikan banyak dukungan seiring dengan percepatan inovasi kami," ujarnya.

Dia yakin untuk selanjutnya Gojek akan mendapatkan banyak keuntungan dari pengetahuan dan keahlian operasional Astra. Begitu juga dengan kerja sama di antara kedua perusahaan tersebut.

Setelah mendapatkan investasi dari Astra, CEO sekaligus pendiri Gojek Nadiem Makarim mengungkapkan akan ada inovasi yang dibuat perseroan. Meski belum bisa mengungkapkan secara detail bentuk inovasi, dia memastikan hal tersebut akan berkaitan dengan usaha kecil masyarakat.

Ia pun mengharapkan inovasi yang akan dilakukan bisa digunakan dan bermanfaat langsung bagi pengusaha kecil. "Kami akan menyediakan platform untuk mereka mendapatkan pendapatan. Usaha kecil akan didukung dengan berbagai layanan," kata Nadiem.

Saat ini, Nadiem belum mau menyebutkan total investasi yang Gojek dapatkan belakangan. Hanya saja, Nadiem memastikan, Astra merupakan salah satu investor terbesar yang Gojek dapatkan saat ini.

Aksi korporasi Astra hadir tak lama selepas langkah Google bersama sejumlah investor, beberapa waktu lalu. Saat itu, Gojek mendapat dana sebesar 1,2 miliar dolar AS (Rp 16,2 triliun) dari Alphabet, induk usaha Google, Temasek, dan platform daring China Meituan-Dianping. Investor-investor Gojek lainnya, seperti KKR & Co LP dan Warburg Pincus LLC, juga turut serta dalam pendanaan tersebut.

Dilansir Tech In Asia, Gojek telah mendapatkan pendanaan sebanyak empat kali dalam kurun waktu 2015-2017. Sebanyak tiga di antaranya tertutup, yaitu Juni 2015 dari NSI Ventures, kemudian pada Oktober 2015 dari Sequoia Capital, dan Agustus 2017 dari Tencent dan JD.com. Sementara, pada Agustus 2016, Gojek mendapatkan pendanaan seccara terbuka sebesar 550 juta dolar AS (Rp 448,52 miliar) dari Sequoia Capital.

Selain dari Astra, Gojek juga mendapatkan investasi dari Grup Djarum. Modal disuntikkan perusahaan modal ventura milik Grup Djarum, yaitu Global Digital Prima (GDP) Ventures, melalui anak perusahaannya, yaitu PT Global Digital Niaga (GDN). Kendati begitu, nilai investasinya belum diketahui.

Target investor

Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, masuknya Google telah menjadikan Gojek sebagai target investor. Khususnya, bagi investor yang ingin melebarkan sayapnya ke bidang ekonomi digital.

"Berbekal Google sebagai landmark, saya rasa akan banyak lagi yang berminat masuk. Masuknya Astra dan Grup Djarum merupakan justifikasi dari itu," ujar Fithra, kemarin.

Khusus untuk Astra, dia menilai arah bisnis ke ekonomi digital tak lepas dari arah generasi terkini pebisnis Jepang yang mulai masuk ke ranah revolusi industri keempat. "Saya melihat nanti Astra akan sangat bisa 'menggunakan' Gojek dari untuk pengembangan fintech dan juga penyedia kendaraan bermotor untuk bisnis transportasi online-nya," kata Fithra.

Saham PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia turut terdampak selepas pengumuman kerja sama dengan Gojek. Sempat naik 1,21 persen menjadi Rp 8.300 per lembar saham pada penutupan perdagangan sesi siang, saham Astra terkoreksi menjadi Rp 8.200 per lembar saham hingga perdagangan ditutup.

Saham anak usaha ASII, yakni PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), ditutup menguat 0,52 persen atau 10 poin di 1.950 per lembar saham pada akhir perdagangan. "Investasi ASII ke Gojek terbilang cukup tepat. Hal itu melihat diversifikasi usaha Astra yang cukup beragam di transportasi atau kendaraan, seperti penjualan, leasing, service, hingga asuransi," ujar analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi.

(debbie sutrisno/iit septyaningsih, Pengolah: muhammad iqbal)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement