Rabu 26 Dec 2018 20:11 WIB

Citra Satelit Jepang Ungkap Penyebab Tsunami Selat Sunda

Tsunami terakhir di Selat Sunda terjadi pada Sabtu (22/12).

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Foto aerial bangunan shelter tsunami Labuan, Pandeglang, Banten, Rabu (26/12/2018).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Foto aerial bangunan shelter tsunami Labuan, Pandeglang, Banten, Rabu (26/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengkonfirmasi berdasarkan citra satelit Jepang, terungkap bahwa bencana tsunami yang terjadi di Selat Sunda pekan lalu terjadi akibat reruntuhan lereng Gunung Anak Krakatau yang kemudian longsor di bawah laut dan memicu bencana yang mematikan itu. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pihaknya mendapat foto citra satelit dari Jepang yang menunjukkan bagaimana kondisi Gunung Anak Krakatau sebelum dan sesudah tsunami.

"Citra sebelum tsunami yaitu pada 20 Agustus 2018, kemudian citra satelit melewati di Selat Sunda memotret gunung per 24 Desember 2018 dan memang betul sebagian lereng runtuh dan ini yang memicu tsunami," katanya saat konferensi pers update H+4 Tsunami Banten, di Jakarta, Rabu (26/12).

Ia mengutip data dari BMKG bahwa, luas gunung yang mengalami runtuh 64 hektare dan kemudian menyebabkan longsor bawah laut. Kemudian longsor inilah yang memicu tsunami yang akhirnya menerjang pantai-pantai yang berada di daerah Selat Sunda.

Menurut Sutopo, hingga kini aktivitas Gunung Anak Krakatau masih terus erupsi tetapi statusnya masih sama. Yakni, berstatus waspada.

"Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menetapkan status waspada atau level II. Jadi tidak benar di media sosial (medos) yang mengatakan bahwa status Gunung Anak Krakatau menjadi level III atau siaga," katanya.

Dengan penetapan status waspada atau level II, ia menambahkan, radius yang berbahaya yaitu 2 kilometer dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Karena gunung ini sempat tremor terus menerus yang kemudian lereng gunung runtuh dan terjadi longsor kemudian tsunami menerjang daerah tersebut, ia menyebut BMKG juga menetapkan rekomendasi bahwa 500 meter sampai dengan 1 kilometer dari garis pantai di daerah gunung tersebut tidak boleh ada aktivitas masyarakat.

"Itu untuk mengantisipasi tsunami susulan. Itu rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan PVMBG dan BMKG," ujarnya.

Pada Sabtu (22/12) malam lalu terjadi tsunami yang disebabkan longsoran akibat tremor terus menerus Gunung Anak Krakatau. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban meninggal akibat bencana tsunami yang menerjang wilayah Provinsi Banten dan Lampung pekan lalu mengalami perubahan yaitu sebanyak 430 jiwa per Rabu (26/12). Revisi data korban meninggal akibat tsunami karena ada beberapa nama korban yang dobel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement