Sabtu 23 Aug 2014 08:33 WIB

Antara Alwi Shihab, Andre, dan Agama Baha'i

mantan Menko Kesra Alwi Shihab (kanan)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
mantan Menko Kesra Alwi Shihab (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri luar negeri Alwi Shihab mempunyai kisah menarik tentang salah satu mahasiswa yang diajarnya, Andre. Ketika masih mengajar di Amerika Serikat, kata dia, mahasiswa asal Rusia tersebut selama masa remaja tidak banyak mengetahui tentang ajaran agama.

"Ibunya beragama Yahudi tapi tidak menjalankan ritus-ritus agama Yahudi. Sementara ayahnya seorang atheis. Selama beberapa tahun di Amerika, Andre melakukan pengembaraan rohani dan pencarian identitas agama," katanya melalui akun Twiter, @ShihabAlwi.

Andre, kata dia, mempelajari beberapa agama seperti, Yahudi sebagai agama ibunya, dan Kristen Orthodox sebagai agama leluhurnya dari pihak ayah. Agama-agama lain juga dipelajarinya guna membanding-bandingkannya, tidak terkecuali Islam.

Suatu waktu, Andre datang menemui Alwi dan mencurahkan kebingungannya dalam menentukan agama terbaik yang akan dianutnya. Secara tulus, kata Alwi, ia datang sambil meneteskan air mata bagaikan seorang yang sedang diempas ombak ke kiri dan kanan, berharap menemukan pelampung.

"Saya bertanya pada Andre: di antara agama-agama yang telah Anda pelajari, agama mana yang paling mengesankan dan terasa cocok dengan pribadi Anda?"

Alwi melanjutkan, "Ia segera menjawab: 'tidak ada satupun agama yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lainnya. Semuanya bagi saya sama saja. Namun saya harus mengambil sebuah pilihan untuk pegangan hidup'."

Andre, menurut Alwi, melanjutkan kata-katanya: 'Saya kira Islam mungkin yang akan membawa saya ke pantai harapan'. Dia lalu bertanya: 'Apakah Anda telah membaca buku-buku lain, selain buku wajib di kelas?

Andre menjawab: "Tidak, tapi saya mendapat kesan bahwa Anda sangat bahagia dalam kehidupan dan tidak menampakkan tanda-tanda kecemasan. Senyum tidak pernah lepas dari wajah Anda dan keceriaan selalu meliputi keseharian keluarga Anda. Saya yakin kebahagiaan yang nampak ini tidak lain, kecuali pengaruh agama yang Anda anut."

Mendengar komentarnya, Alwi berkata: Anda jangan tergesa-gesa memeluk agama Islam, hanya karena terkesan mengamati kehidupan saya. "Benar kehidupan seseorang banyak dipengaruhi oleh ajaran agamanya, namun tidak sedikit pemeluk Islam yang tidak mencerminkan hal serupa."

Politikus PKB tersebut mengaku, senang kalau Andre memeluk Islam. Namun sebelum memutuskan itu disarankan untuk membaca buku-buku yang diberikannya. "Kembalilah ke rumah Anda dan renungkan lagi apakah ajaran Islam dapat Anda terima sepenuh hati. Jangan terlalu cepat memutuskan sebelum secara matang Anda pertimbangkan."

Alwi mengatakan, Andre menuruti sarannya dan lantas pulang. Beberapa bulan berselang, Andre datang lagi kepadanya dan menyatakan bahwa ia cenderung menganut Baha’i. Kata Andre: Baha’i bagaikan kombinasi dari tiga agama samawi, yakni Yahudi, Kristen dan Islam.

"Mendengar jawaban Andre, saya berkelakar: dalam Baha’i, Anda harus menyisihkan 10 persen dari harta sebagai zakat, tapi kalau memeluk Islam cukup dengan 2,5 persen sebagai zakat. Kami berdua tertawa dan saya melihat tanda keraguan menyertai kepulangan Andre ketika meninggalkan saya," ujar Alwi.

Pengajar di Harvard Divinity School di Universitas Harvard tersebut menyatakan, kisah yang disampaikannya ini juga bisa dibaca di karyanya berjudul ‘Membedah Islam di Barat’. "Masih banyak kisah-kisah menarik lainnya, semoga lain waktu bisa saya bagikan untuk sahabat-sahabat saya di Twitter. Salam."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement