REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, Muhadi mengaku tidak ikut lelang untuk menentukan perusahaan mana yang layak mengerjakan pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten tahun anggaran 2011-2013.
"Saya tidak ikut lelang (untuk menentukan pemenang tender)," kata Muhadi setelah menyelesaikan pemeriksaan selama sembilan jam di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (22/8).
Muhadi diperiksa, terkait penyidikan tindak pidana korupsi proyek pengadaan alat kesehatan yang sudah menjerat Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah Chasan dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan sebagai tersangka.
Saat keluar di ruang pemeriksaan lantai tujuh gedung KPK, sekitar pukul 18.44 WIB, Muhadi ditanya wartawan mengenai bagaimana proses pembahasan pengadaan alkes di DPRD Banten. Muhadi menjawab penyidik tidak menanyakan hal itu. "Saya hanya ditanya terkait tahapan penyusunan APBN," ujarnya.
Muhadi mengaku tidak mengetahui, jika akhirnya, pengadaan alat kesehatan di Banten menjadi perkara korupsi yang disidik KPK.
Dalam kasus ini, KPK memanggil pejabat tingkat eselon I di Provinsi Banten, selain Muhadi yang diperiksa, penyidik juga memanggil, Sutadi sebagai Kepala Bidang Lingkungan Hidup daerah Pemprov Banten, Maman Suarta sebagai Pelaksana pada Biro Umum Pemprov Banten, Engkos Kosasih Samanhudi sebagai Kepala Dinas Pemprov Banten.
Terkait kasus ini, KPK pernah menggeledah ruangan Dinas Umum dan Sekda Banten, Rabu (12/3). Selain itu, penyidik juga telah menggedah kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan serta Aset Daerah, kantor Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah Banten, Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dan kantor Layanan Pengadaan secara Elektronik pada Biro Ekbang Provinsi Banten.
Dari penggeledahan itu penyidik menyita sejumlah dokumen terkait proyek pengadaan Alkes Banten. Keduanya disangkakan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang No.31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.