REPUBLIKA.CO.ID, GERUNG -- Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Brigjen Pol Moechgiyarto, menegaskan dirinya tidak bisa mengintervensi masalah penangguhan penahanan 16 warga Dusun Duduk, Desa Batulayar Barat, Kabupaten Lombok Barat karena merupakan kewenangan kepala polisi resor setempat.
"Saya tidak bisa. Itu kewenangan Kapolres Lombok Barat untuk melakukan itu. Dan saya tidak pernah mengintervensi masalah kasus karena masalah penangguhan penahanan sudah menjadi ranah dari pada atasan penyidik yang ada di wilayah," katanya ketika menjadi pembicara pada rapat pimpinan (Rapim) Pemkab Lombok Barat, di Gerung, Ibukota Kabupaten Lombok Barat, Kamis.
Hal itu ditegaskan menjawab pertanyaan Kepala Kantor Ketahanan Pangan (KKP) Kabupaten Lombok Barat H Lalu Winengan peserta rapim yang mempertanyakan penolakan permohonan penangguhan penahanan 16 warga Dusun Duduk yang ditahan di markas Polres Lombok Barat sejak Juni 2014 karena dianggap menghalangi aparat menjalankan tugas negara.
Sebanyak 18 warga ditangkap ketika tim juru sita dari Pengadilan Negeri Mataram mengeksekusi 32 hektare lahan di Dusun Duduk, Desa Batulayar, pada Kamis 26 Juni 2014.
Namun, satu di antaranya sudah dibebaskan karena masih tergolong anak-anak dan satu orang lainnya dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Mataram, karena akan segera menjalani persidangan atas dugaan penipuan, sehingga sebanyak 16 orang masih mendekam di sel tahanan Polres Lombok Barat, hingga saat ini.
Lahan tersebut diperkarakan di Pengadilan Negeri Mataram oleh Amak Kodrat selaku termohon dengan I Made Krasta selaku pemohon.
Akibat eksekusi tersebut sebanyak 47 kepala keluarga (KK) atau 143 jiwa mengungsi karena rumah mereka yang berada dalam lahan sengketa dihancurkan tim juru sita menggunakan kendaraan alat berat.
Menurut Moechgiyarto, kalau penyidik yang menangani kasus penahanan warga tersebut ada di Polda NTB, maka dirinya punya kewenangan untuk melakukan intervensi. "Jadi bedakan bapak ibu sekalian. Itu adalah kewenangan kapolres," ucapnya.
Ia juga mengatakan, yang namanya penangguhan penahanan ibarat pinjam duit di bank.
Kenapa demikian, lanjutnya, karena yang namanya penangguhan penahanan harus betul-betul mempertimbangkan risikonya.
Oleh sebab itu, sebelum memberikan penangguhan penahanan tim penyidik harus mengecek betul rumah tempat tinggal orang-orang yang mau ditangguhkan penahanan. Begitu juga dengan harta kekayaannya, apa perkara dan kerugian yang ditimbulkan serta jaminannya dalam bentuk apa.
"Kalau uang uang Rp200 juta harus langsung senilai itu ditambah siapa orang yang menjadi jaminan. Uang jaminan itu diambil kemudian dititipkan di panitera pengadilan. Bukan di makan sendiri. Itu prosedur yang benar. Dan saya sudah terapkan itu sejak saya kadi kapolsek dengan pangkat letnan satu," ujarnya.