REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Idy Muzayyad menyatakan kebebasan pers saat ini harus dibarengi dengan tangung jawab dari pers atas produk jurnalistik yang mereka keluarkan.
"Karena sudah jelas diatur dalam UU Penyiaran, bahwa kebebasan untuk kepentingan publik, bukan kebebasan sebablas-bablasnya, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab," kata Idy Muzayyad, Kamis (21/8).
Ia menjelaskan adanya kritik dari masyarakat terhadap kebebasan pers yang sudah kebablasan, itu terjadi karena profesionalisme para pekerja media, seperti sumber daya manusia para wartawannya perlu ditingkatkan agar bekerja sesuai dengan prinsip dan etika jurnalistik yang ada.
"Prinsip dan kode etik jurnalistik tersebut, seperti keberimbangan, berlaku adil, tidak boleh melakukan penghakiman, yang harus menjadi pedoman dalam pekerja media menjalankan kerja jurnalistiknya," ujarnya.
Sehingga harus seimbang antara kebebasan dan tanggung jawabnya. KPI berupaya dalam mencegah hal itu, seperti bekerjasama meningkatkan kompetensi dan kapasitas pekerja media, berkomunikasi dengan pemilik media elektronik agar mengingatkan, bahwa frekuensi ini bukan milik mereka, tapi milik publik.
"Kami juga mengawasi, terkait pelanggaran yang dilakukan, hingga memberikan teguran berupa sanksi," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, isi dari media yang disampaikan tergantung dari tingkat SDM para pekerja medianya, kata Idy.
"Moment Pilpres moment ujian, faktanya beberapa media terbukti memihak salah pada satu calon, sehingga keberpihakan itu meminggirkan kode etik jurnalistik. Regulasi kedepannya harus diatur lebih tepat," ungkapnya.