REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta agar pembangunan hotel harus terkendali dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan dan sosial.
"Ada berbagai hal yang harus menjadi bahan pertimbangan seperti kapasitas parkir, estetika, kelestarian air tanah dan juga dampak sosial yang akan dirasakan masyarakat," kata Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X saat menghadiri syawalan dengan jajaran Pemerintah Kota Yogyakarta di Yogyakarta, Kamis (21/8).
Menurut dia, perkembangan hotel yang cukup marak akan ikut mewarnai wajah sebuah kota dan menjadi cermin dari peradaban masyarakatnya.
Sultan mengatakan, ada beberapa kawasan khususnya di Kota Yogyakarta yang sebaiknya tidak dibangun hotel seperti di kawasan Kotagede karena akan mempengaruhi pemanfaatan ruang di wilayah tersebut.
"Kotagede adalah kawasan budaya. Sebagai tujuan wisata, warga bisa memanfaatkan rumah-rumah yang ada sebagai penginapan untuk wisatawan. Tapi jangan dibangun hotel," katanya.
Ia juga berharap, kawasan budaya lain yang ada di Kota Yogyakarta seperti Kraton dan Pakualaman serta kawasan lain tetap bisa terus mengembangkan kebudayaan yang dimiliki untuk mendukung keistimewaan Yogyakarta.
Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan, pemerintah sudah memiliki Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.
"Sudah ada moratorium pembangunan hotel sejak 2013. Hotel yang saat ini dibangun adalah hotel yang sudah mengajukan permohonan sebelum ada moratorium," katanya.
Haryadi mengatakan, hotel yang sudah berdiri masih diperkenankan untuk melakukan pengembangan. "Yang jelas, sejak moratorium itu berlaku, pemerintah kota tidak menerbitkan izin pembangunan hotel baru," katanya.
Hingga batas akhir pengajuan permohonan izin pembangunan hotel baru pada 31 Desember 2013, Dinas Perizinan Kota Yogyakarta menerima 104 permohonan dan hingga kini sudah ada lebih dari separuh pemohon yang sudah mengantongi IMB pembangunan hotel.