REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi kreatif diharapkan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia ke depan. Namun sayang, saat ini sektor yang didalamnya terdapat industri kreatif ini belum menjadi gelombang yang memberi dampak menyeluruh.
"Gelombang ekonomi kreatif memang sudah ada, namun tidak terasa secara menyeluruh," ujar Ahman Sya, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya saat memberi materi dalam orientasi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bagi jurnalis dan pers, Rabu (20/8), di Jakarta.
Untuk membuatnya terasa secara menyeluruh, ujar Ahman Sya, butuh pendekatan dari semua pihak untuk menciptakan barang dan jasa sebagai kekayaan intelektual dalam kualitas yang terbaik.
"Kita tidak bisa lagi bicara kualitas, tapi harus super kualitas, super efisien, marketable, sehingga bisa mengejar negara lain. Kalau tidak, yang ada hanya terjadi pertukaran antarnegara saja," kata dia.
Karena itu pihaknya selalu melontarkan gagasan pengembangan budaya sebagai sumber inspirasi dalam ekonomi kreatif. "Tidak hanya sekadar memberi dampak ekonomi, tapi yang penting menumbuhkan dan meningkatkan jati diri bangsa," ucapnya.
Dalam pengembangannya di masa depan, lanjut Ahman Sya, ekonomi kreatif tidak hanya ditempatkan sebagai program dan prioritas, tapi harus disertai dengan langkah faktual. "Misalnya dari sektor pendidikan, budaya, serta sektor promosi," kata dia.
Namun ia tidak menampik jika masih ada persoalan dalam mewujudkan hal tersebut. Setidaknya ada tujuh isu strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif dalam kurun waktu lima tahun mendatang.
Yakni sumber daya kreatif, industri yang berdaya saing, tumbuh dan beragam, ketersediaan sumber daya lokal yang berkualitas, beragam, dan kompetitif, ketersediaan pembiayaan yang sesuai dan kompetitif dan perluasan pasar bagi karya kreatif.
"Serta ketersediaan teknologi yang sesuai dan kompetitif serta kelembagaan yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif," demikian Ahman Sya.