Kamis 21 Aug 2014 04:18 WIB

Pidato Terakhir SBY Dinilai Kering Pesan Politik Bagi Pemerintah Baru

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Citra Listya Rini
Presiden SBY
Foto: biographypeople.info -
Presiden SBY

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pidato kenegaraan terakhir yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2015 pada pekan lalu, dinilai kering akan pesan-pesan politik bagi pemerintah baru.

Pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini mengatakan, SBY dalam pidatonya tersebut lebih memberikan penekanan pada berbagai keberhasilan yang dicapai selama periode kepemimpinannya.

"Sementara, ketidakberhasilan, catatan penting, serta peringatan bagi pemerintah baru agar tidak mengulang kegagalan pemerintah sebelumnya sangat kurang diungkap," katanya di Jakarta, Rabu (20/8). 

Hendri menyebutkan ada sejumlah kegagalan kinerja pemerintahan SBY yang kurang diekspos dalam pidato kenegaraan tersebut. Antara lain, tidak tercapainya target pengentasan kemiskinan dan pengangguran selama sepuluh tahun terakhir.

Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2005-2009, kata Hendri, tingkat pengangguran diproyeksikan turun menjadi 5,7 persen. Namun, dalam realisasinya, angka pengangguran hingga 2009 ternyata hanya menyusut menjadi 8,14 persen. 

Selanjutnya, realisasi pengentasan kemiskinan di Indonesia sampai tahun ini juga masih terpaku pada angka 11,2 persen. Padahal, target RPJM 2010-2014 memproyeksikan tingkat kemiskinan turun menjadi 8 persen.

"Di samping itu, rendahnya upah buruh riil dan indeks nilai tukar petani, semakin menunjukkan kurangnya kualitas pertumbuhan ekonomi kita. Tapi ini tidak disampaikan oleh SBY dalam pidatonya," ujar Hendri.

Pertanyaannya, mengapa target-target RPJM I (2005-2009) dan II (2010-2014) tidak tercapai? Menurut Hendri, salah satu penyebabnya adalah pemerintah gagal menjaga inflasi pangan. Selama lima tahun terakhir, inflasi bahan makanan bahkan mencapai 47 persen. 

Selain itu, peluang masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan lewat peningkatan pendapatan pun menjadi terbatas karena penciptaan lapangan kerja, terutama di sektor pertanian dan industri pengolahan, relatif lambat.

"Karena itu, pemerintah baru harus mengambil pelajaran dari kinerja Presiden SBY selama ini untuk memenuhi janji mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat," ujar Hendri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement