Rabu 20 Aug 2014 22:06 WIB

Komnas Perempuan: Aborsi Bukan Pilihan Wajib

Red: M Akbar
KAMPANYE ANTI KEKERASAN. Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Masruchah (kanan) bersama Komisioner Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat, Andy Yentriyani (kiri) menjawab pertanyaan wartawan mengenai kampanye Ha
Foto: ANTARA/Dhoni Setiawan
KAMPANYE ANTI KEKERASAN. Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Masruchah (kanan) bersama Komisioner Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat, Andy Yentriyani (kiri) menjawab pertanyaan wartawan mengenai kampanye Ha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menilai aborsi bukan pilihan wajib menyusul dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang melegalkan praktik aborsi bagi perempuan korban pemerkosaan.

"Sebetulnya aborsi itu bukan pilihan wajib, tetapi pilihan alternatif. Jadi ada juga korban yang mau meneruskan kehamilannya, tidak semua mau menggugurkan kandungannya," kata Asisten Koordinasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan Safitri Andriani usai diskusi yang bertajuk "Mendorong Agenda Prolegnas Pro-Perempuan 2014-2019," di Jakarta, Rabu (20/8).

Menurut Safitri, secara substansi PP Kesehatan Reproduksi belum sepenuhnya memenuhi unsur-unsur perempuan sebagai korban karena ada beberapa pasal yang bisa menjadi celah. "Apakah melegalkan aborsi itu justru melegalkan kekerasan terhadap perempuan," katanya.

Fakta di lapangan, lanjut dia, belum banyak orang yang melakukan aborsi karena faktor norma agama. Namun dari konteks kesehatan bisa melindungi bayi. "Salah satunya yang di bawah umur, itu kan rentan dengan kematian dan tidak siap jadi orang tua," katanya.

Safitri mengatakan seharusnya dilakukan pengawasan dari semua pihak agar kelonggaran dalam PP tersebut tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya berhak, seperti pelaku seks bebas dan hasil hubungan gelap.

"Kita harus saling mengingatkan apakah ini sudah sesuai, melindungi atau justru mendiskriminasi perempuan," katanya.

Dia menilai harus ada koordinasi dengan Kementerian Agama serta lintas sektoral dalam pelaksanaan PP Kesehatan Reproduksi tersebut. Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang melegalkan tindakan aborsi pada korban kekerasan seksual.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement