REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana perampingan pemerintahan yang digagas Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) saat ini terus bergulir. Kendati demikian, beberapa kalangan masih mempertanyakan paradigma yang diusung dalam gagasan tersebut.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini menuturkan, ide perampingan kabinet semestinya didorong oleh semangat untuk mewujudkan visi misi pemerintah dengan mengedepankan kerja sama antarinstansi yang lebih baik.
"Jangan semangat untuk mengurangi anggaran belanja negara yang didahulukan," katanya di Jakarta, Rabu (20/8).
Ia berpendapat, kabinet yang ramping belum tentu menghasilkan penghematan anggaran yang besar. Kalaupun jumlah kementerian benar-benar dikurangi nantinya, ia menyarankan supaya opsi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai risiko politik yang bakal dihadapi pemerintah ke depan.
"Untuk menghapus kementerian dan lembaga (K/L) jelas membutuhkan waktu. Tidak langsung jadi. Begitu juga untuk menggabungkan instansi yang ada, harus ada pertimbangan realistisnya. Harus jelas paradigmanya," tuturnya.
Namun demikian, Hendri setuju jika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) digabung kembali. Menurutnya, langkah ini dapat menekan konflik yang terjadi di antara kedua instansi tersebut.
Selama ini, kata dia, Kemenperin dan Kemendag sering teribat perbedaan pandangan dalam sejumlah kebijakan ekonomi. Di satu sisi, Kemendag kerap dianggap terlalu liberal dalam membuka keran impor. Sementara di sisi lain, Kemeperin yang bertanggung jawab untuk mendorong produksi dalam negeri, menjadi tidak tercapai target kinerjanya lantaran produk lokal kalah bersaing dari berbagai produk impor yang membanjiri pasar.
"Karena itu, kami berpendapat kedua kementerian itu sebaiknya memang harus dijadikan satu lagi untuk mengerem Kemendag agar tidak terlalu liberal seperti sekarang," ujar Hendri.
Sebelumnya, Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto mengatakan, ada beberapa opsi yang sedang digodok untuk merampingkan kementerian dalam pemerintahan ke depan.
Dalam salah satu opsi yang sedang digodok, jumlah kementerian akan lebih ramping menjadi 27 kementerian dengan menyisakan satu wakil menteri yakni di Kementerian Luar Negeri.
"Ada rencana menggabung (kementerian) perindustrian dan (kementerian) perdagangan," kata Andi, kemarin.