Rabu 20 Aug 2014 13:18 WIB

Jokowi Diimbau tak Bentuk Kabinet 'Gemuk'

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden terpilih Joko Widodo saat meresmikan kantor transisi di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta, Senin (4/8).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Presiden terpilih Joko Widodo saat meresmikan kantor transisi di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta, Senin (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Lembaga Administrasi Negara (LAN) menilai kabinet pemerintahan di Indonesia saat ini terlalu gemuk. Harus ada perampingan jika ingin program pemerintahan berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

Direktur pusat kajian analis lembaga administrasi negara, Anwar Sanusi, mencontohkan pulau-pulau kecil. Ini ditangani oleh ditjen pesisir dan pulau kecil di kementerian kelautan dan perikanan. Kalau ada kemiskinan, maka ditangani pula oleh kementerian sosial. Pulau kecil biasanya masuk daerah tertinggal. Kementerian pembangunan daerah tertinggal juga menangani. "Ini overlaping yang luar biasa," imbuh Anwar Sanusi, di Jakarta, Rabu (20/8).

Ditambah lagi, kementerian-kementerian yang dibentuk, terlalu banyak. Kabinet Indonesia Bersatu jilid II memiliki 34 kementerian. Cina yang memiliki 1,3 Miliar penduduk hanya memiliki 23 kementerian. Inggris hanya 26 kementerian. Korea Selatan hanya 17 kementerian. LAN menilai yang memiliki lebih dari 30 kementerian adalah negara-negara yang baru berkembang. "Srilanka, Bangladesh, India, termasuk Indonesia," imbuhnya.

Situasi politik membuat jumlah kementerian membengkak. Transaksi politik melatarbelakangi dibentuknya kementerian yang membengkak. Indonesia, jelasnya, pernah memiliki kementerian yang efisien. Pada kabinet pembangunan II, Indonesia hanya memiliki 25 kementerian.

Sayangnya, pada kabinet pembangunan III, Presiden Soeharto mulai membengkakkan kementerian. Tujuannya untuk mengakomodir kepentingan politik. Bayangkan, papar Anwar, sampai ada kementerian urusan khusus. "Ini khusus untuk menangani keperluannya presiden. Saya rasa ini tidak baik," imbuhnya.

Anwar memaparkan jika pada pemerintahan Jokowi nanti tidak berubah, maka nantinya akan tetap ada inefisiensi. Lebih dari itu, kepercayaan publik terhadap pemerintahan akan luntur. Kepentingan politik akan tetap diutamakan nantinya. Tujuan utama pemerintah untuk fokus kesejahteraan rakyat terabaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement