Selasa 19 Aug 2014 02:18 WIB

Pengamanan Polisi Berlebihan Demi Antisipasi

Rep: C75/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas kepolisian berjada saat aksi demo Dewan Rakyat Jakarta didepan Gedung KPU, Jakarta, Senin (4/8).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas kepolisian berjada saat aksi demo Dewan Rakyat Jakarta didepan Gedung KPU, Jakarta, Senin (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Padjajaran, Muradi menilai, langkah siaga satu kepolisian demi merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan Pilrpres 2014 pada 21 Agustus mendatang, hanya merupakan langkah pencegahan.

"Pertama menyangkut siaga satu, saya menyebutnya preventif, di mana kepolisian menganggap situasi jelang keputusan MK sebagai sebuah ancaman serius kalau tidak dikelola dan dianggap akan terjadi huru hara," ujar Muradi kepada Republika saat dihubungi, Senin (18/8).

Dia mengatakan, sebagai penegak hukum, tindakan siaga satu jelang keputusan MK merupakan tindakan yang sudah betul. Pasalnya, dari konteks politik keamanan momentum pilpres sudah tidak ada. Apalagi, janji pengerahan 30 ribu massa yang dilakukan Prabowo tidak terbukti.

Menurutnya, jika tindakan kepolisian dianggap berlebihan, namun secara aturan (kepolisian) melakukan pola yang seharusnya. "Saya pikir siaga satu bagian dari standar operasional prosedur. Saya menduga di lapangan tidak akan lebih banyak pengamanan, itu warning saja," katanya.

Muradi mengatakan, status siaga satu juga berkaitan dengan analisis hasil kepolisian atas temuan dilapangan. Jika analisis mereka pada dua pekan terakhir kondisi jumlah massa yang turun ke jalan menurun, aparat tidak perlu terlalu jor-joran mengeluarkan anggota untuk pengamanan keputusan MK.

 

Ia menuturkan secara faktual dan analisis intelijen, jelang keputusan MK terkait pilpres tidak akan terjadi apa-apa. Karena, klimaksnya terjadi kemarin saat pemilihan presiden. "Tanggal 21 ini normal dan tidak akan ada apa-apa," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement