Jumat 15 Aug 2014 11:20 WIB

Utang Negara Dalam Situasi Lebih Aman

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan jelang peringatan kemerdekaan RI ke-67, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/8).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan jelang peringatan kemerdekaan RI ke-67, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan utang negara saat ini dalam situasi yang jauh lebih aman dengan posisi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sekitar 23 persen.

"Utang adalah faktor penting karena berkaitan dengan rasa percaya diri dan harga diri suatu bangsa," kata Presiden Yudhoyono ketika menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka menyambut HUT ke-69 Kemerdekaan RI di hadapan Sidang Bersama DPR dan DPD di Jakarta, Jumat (15/8).

Kepala Negara menyebutkan utang juga sering dianggap sebagai ancaman dan stigma yang buruk oleh rakyat Indonesia. Di puncak krisis moneter tahun 1998, rasio utang Indonesia terhadap PDB adalah 85 persen, yang artinya jumlah utang hampir sama besarnya dengan penghasilan bangsa Indonesia.

"Dengan susah payah, akhirnya kita berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB kita menjadi sekitar 23 persen," ucapnya.

Ia menegaskan kondisi itu bukanlah capaian yang boleh diabaikan jika dibandingkan dengan rasio utang terhadap PDB negara-negara maju yang terus tinggi, Jepang 227,2 persen, Amerika Serikat 101,5 persen, atau Jerman 78,4 persen.

"Dalam hal ini rasio utang terhadap PDB Indonesia adalah yang terendah di antara negara-negara G-20," ungkapnya.

Menurut Presiden, Indonesia juga telah melunasi utang kepada Dana Moneter Internasioanl (IMF), dan melakukannya empat tahun lebih awal dari jadwal yang telah disepakati.

"Salah satu momen yang akan selalu saya ingat sebagai Presiden adalah ketika menerima Managing Director IMF di kantor saya, dan waktu itu, justru Indonesia-lah yang balik memberikan masukan bagaimana cara mereformasi IMF," tuturnya.

Ia menyebutkan Indonesia tidak lagi menjadi pasien IMF, yang semua kebijakan dan perencanaan ekonominya harus didikte oleh IMF.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement