REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) menghadirkan ahli hukum administrasi negara, I Gde Pantja Astawa, sebagai saksi ahli dalam lanjutan persidangan gugatan warga negara (citizen law suit) terkait swastanisasi air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (12/8).
Astawa dihadirkan untuk mendengarkan pendapatnya mengenai hukum administrasi dalam kerja sama pemerintah dengan swasta. Dalam sidang, guru besar fakultas hukum Universitas Padjajaran Bandung ini mengungkapkan sejatinya konteks kerja sama antara pemerintah dan swasta adalah menyerahkan pekerjaan yang seharusnya dilakukan pemerintah kepada pihak swasta.
"Kerja sama itu bukan mengalihkan atau menyerahkan kewenangan negara. Melainkan menyerahkan tugas atau pekerjaannya," ujar Astawa di persidangan.
Pemerintah sendiri dalam di mata publik disebutkannya punya lima kewenangan, yakni menetapkan kebijakan, menetapkan aturan, pengurusan, pengolahan dan pengawasan. Sehingga di atas pekerjaan yang dilakukan pemerintah tetap memegang kendali kewenangan ini. "Keterlibatan swasta bukan sesuatu yg tabu. Ada undang-undang yang melegitimasi keterlibatan swasta. Sejumlah daerah juga mengatur kerja sama swasta. Kalau tidak bisa memenuhi perjanjian kerja sama bisa di revisi, adendum atau diputuskan kerja samanya," tambahnya.
Sementara tim pengacara Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air, Arif Maulana, menilai kerja sama Palyja dan pemerintah melanggar undang-undang. Dalam pelaksanaanya tidak juga dianggap tidak transparan dan akuntabel serta menyebabkan masyarakat sulit mengakses air bersih karena harus membeli dengan harga yang mahal. "Air adalah hak asasi manusia, setiap orang berhak mengakses air. Yang jadi persoalan sekarang di Jakarta air tidak bisa diakses oleh semua masyarakat Jakarta," ujar Arif.