Rabu 13 Aug 2014 13:57 WIB

Untuk Urus KTP, Penganut Baha'i Harus Pilih Salah Satu Agama Resmi

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Bilal Ramadhan
Bahai (ilustrasi)
Foto: [ist]
Bahai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri telah memperoleh penjelasan dari Kementerian Agama perihal status Baha'i.  Kejelasan dibutuhkan dalam rangka pelayanan kependudukan berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Sudah ada surat resmi dari Menteri Agama," ujar Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi seusai menghadiri acara penganugerahan Tanda Kehormatan Republik Indonesia di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (13/8).

Menurut mantan Gubernur Sumatera Barat ini, mengutip surat dari Menteri Agama, Baha'i diperbolehkan untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun demikian, Baha'i tidak termasuk ke dalam enam agama resmi sebagaimana Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan dan/atau penodaan agama.

Keenam agama yang diakui saat ini adalah Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Konghucu. Lebih lanjut, Gamawan menjelaskan, untuk pengurusan KTP, khususnya dalam pengisian kolom KTP, penganut Baha'i diminta untuk memilih salah satu agama.

"Misalnya, masuk kelompok islam, masuk dalam islam dia (penganut Baha'i)," kata Gamawan.

Saat ditanya tidakkah ada kekhawatiran timbulnya keluhan dari Majelis Ulama Indonesia, jika langkah itu diambil, Gamawan memberikan penjelasannya.  "Menag menyurati saya berdasarkan permintaan saya."

"Statusnya apa ini. Dia mengatakan, ini memang ada keyakinan sekelompok orang, dihitung jumlahnya berapa, tapi tidak masuk ke dalam enam agama yang sudah diakui.  Kalau di identitas KTP, tentu iya (memilih satu dari enam agama), tidak kita cantumkan.  Nanti kalau dimasukkan, agama kecil di daerah yang punya keyakinan leluhur nanti minta juga," kata Gamawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement