REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Transisi Jokowi-JK menilai dugaan kasus Mantan Kepala BIN Letjen (Purn) AM Hendropriyono merupakan persoalan yang terlalu dibesar-besarkan. Masalah yang ada selama ia menjabat ketika itu dianggap telah selesai.
Deputi Tim Transisi, Akbar Faisal mengatakan, pertimbangan Hendro diangkat sebagai tim penasihat transisi merupakan kewenangan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Ia mengaku, tak mengetahui banyak apa alasannya.
“Dugaan kasus itu hanya masalah yang dicari-cari saja. Sudah selesai semua,” kata Akbar saat dihubungi Republika, Ahad (10/8).
Ia menambahkan, selain Hendropriyono, sejumlah nama yang resmi menjadi tim penasehat di antaranya, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Jendral (Purn) Luhut Panjaitan dan Gubenur Kalimantan Barat, Conelius Nur Lail.
Menurut dia, tidak ada pembagian tugas pada masing-masing anggota penasihat dalam menjalankan tugasnya. Mereka semua bekerja memberikan saran serta masukan kepada tim transisi, tanpa melihat latar belakang keahliannya.
“Kalau masalah intelejen itu urusannya Andi Widjayanto, tidak ada pembagian tugas pada tim penasihat. Mereka hanya bertugas memberikan nasihat,” ujar dia.
Sebelumnya, Kontras menyayangkan pilihan Jokowi mengangkat Hendropriyono, sebagai penasihat tim transisi. Hal ini dinilai sebagai pengabaian terhadap semangat penegakkan HAM dalam pemerintahan baru yang akan dibangun.
Koordinator Kontras, Haris Azhar menyatakan, Hendro adalah orang yang bertanggung jawab dalam pembantaian Talangsari. Demikian pula dengan dugaan kasus pembunuhan Munir yang dilakukan agen BIN saat masa jabatannya.