REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang menolak percepatan pelaksanaan musyawarah nasional menunjukkan sikap melentur. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Andalas, Yuliandre Darwis menyatakan, sikap Aburizal tersebut adalah menunjukkan harapan satu hal agar Partai Golkar tetap utuh dan kompak.
Dengan begitu, tidak terjadi friksi atau bahkan mundurnya sejumlah kader. "Saya melihat, Pak Ical tidak ingin Partai Golkar terpecah lagi seperti yang terjadi setelah munas di Pekanbaru," katanya di Jakarta, Ahad (10/8).
Karena itu, kata dia, diperlukan tokoh senior yang dapat membawa kemajuan sekaligus menjaga kekompakan elite dan kader Partai Golkar. Yuliandre menjelaskan, dari desakan segera dilakukannya percepatan munas saat ini sudah mengerucut pada dua nama tokoh sebagai kandidat calon ketua umum.
Kedua tokoh tersebut adalah, wakil ketua umum HR Agung Laksono serta anggota dewan pertimbangan MS Hidayat. Dari kedua nama tersebut, Yuliandre melihat, MS Hidayat lebih tepat untuk diusung sebagai calon ketua umum Partai Golkar, meneruskan kepemimpinan Aburizal Bakrie.
"Pak Hidayat adalah kader senior, pembawaannya tenang, tidak ambisius, memiliki konsep membangun partai, dan diterima semua pihak," katanya.
Ia juga menilai, MS Hidayat mampu mengatasi berbagai persoalan internal partai, termasuk menyatukan beberapa elite yang berbeda pandangan di internal Partai Golkar. MS Hidayat, kata dia, juga memiliki akses yang kuat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Aburizal Bakrie, dan para elite Partai Golkar.
Saat ini, status MS Hidayat adalah menjabat menteri perindustrian. "Pak Hidayat sudah membuktikan kepemimpinannya yang legitimate dan santun, dua periode memimpin Kadin Indonesia," kata Yuliandre.